ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN GANGGUAN SISTEM
PERSARAFAN PADA KASUS MENINGITIS
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Proses
peradangan dapat mengenai selaput otak (meningitis), jaringan otak
(ensefalitis), dan medulla spinalis (mielitis), walaupun yang paling sering
terjadi adalah meningitis. Selaput otak terdiri dari tiga lapisan dari luar ke
dalam, yaitu durameter, araknoid, piameter. Durameter adalah membrane putih
tebal yang kasar, dan menutupi seluruh otak dan medulla spinalis. Araknoid
merupakan membrane lembut yang bersatu di tempatnya denga piameter, diantaranya
terdapat ruang subaraknoid di mana terdapat arteri dan vena serebral dan
dipenuhi oleh cairan serebrospinal. Piameter merupakan membrane halus yang kaya
akan pemburu darah kecil yang mensuplai darah ke otak dalam jumlah yang banyak.
Piameter adalah lapisan yang langsung melekat dengan permukaan otak dan seluruh
medulla spinalis.
Meningitis
dapat dibedakan oleh berbagai organisme yang bervariasi, tetapi ada tiga tipe
utama yaitu :
1. Infeksi bakteri, piogenik yang disebabkan oleh bakteri
pembentuk pus, terutama mengikoku, pneumokokus, dan basil influenza.
2. Tuberculosis, yang disebabkan oleh basil tuberkel (M.Tuberculosa)
3. Infeksi virus, yang disebabkan oleh agen-agen virus yang
sangat bervariasi.
B.
RUMUSAN MASALAH
1. Apakah definisi dari meningitis?
2. Faktor-faktor apa saja yang dapat menyebabkan terjadinya
meningitis?
3. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan
meningitis?
C.
TUJUAN
1. Untuk mengetahui definisi dari meningitis.
2. Untuk mengetahui factor penyebab terjadinya meningitis.
3. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan
meningitis.
BAB II
TINJAUAN MEDIS
A.
Devinisi
Ø Meningitis merupakan inflamasi yang terjadi pada lapisan
arahnoid dan piamatter di otak serta spinal cord. Inflamasi ini lebih sering
disebabkan oleh bakteri dan virus meskipun penyebab lainnya seperti jamur dan
protozoa juga terjadi. (Donna D.,1999).
Ø Meningitis adalah suatu infeksi/peradangan dari
meninges,lapisan yang tipis/encer yang mengepung otak dan jaringan saraf dalam
tulang punggung, disebabkan oleh bakteri, virus, riketsia, atau protozoa, yang
dapat terjadi secara akut dan kronis. (Harsono., 2003)
Ø Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang
mengelilingi otak dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau
organ-organ jamur (Smeltzer, 2001).
Ø Meningitis adalah radang membran pelindung sistem syaraf
pusat. Penyakit ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme, luka fisik, kanker,
atau obat-obatan tertentu. Meningitis adalah penyakit serius karena letaknya
dekat otak dan tulang belakang, sehingga dapat menyebabkan kerusakan kendali
gerak, pikiran, bahkan kematian. (wikipedia.com)
Ø Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat dirumuskan
bahwa meningitis adalan suatu radang yang terjadi pada meningen dan selaput
medula spinalis yang disebabkan oleh bakteri, virus, riketsia atau protozoa
sehingga dapat menyababkan kerusakan kendali gerak, pikiran, bahkan kematian.
B.
Etiologi
Meningitis disebabkan
oleh berbagai macam organisme, tetapi kebanyakan pasien dengan meningitis
mempunyai faktor predisposisi seperti fraktur tulang tengkorak, infeksi,
operasi otak atau sum-sum tulang belakang. Seperti disebutkan di atas bahwa
meningitis itu disebabkan oleh virus dan bakteri, maka meningitis dibagi menjadi
dua bagian besar yaitu : meningitis purulenta dan meningitis serosa.
a. Meningitis Bakteri
Bakteri yang paling
sering menyebabkan meningitis adalah haemofilus influenza, Nersseria,Diplokokus
pnemonia, Sterptokokus group A, Stapilokokus Aurens, Eschericia colli,
Klebsiela dan Pseudomonas. Tubuh akan berespon terhadap bakteri sebagai benda
asing dan berespon dengan terjadinya peradangan dengan adanya neutrofil,
monosit dan limfosit. Cairan eksudat yang terdiri dari bakteri, fibrin dan
lekosit terbentuk di ruangan subarahcnoid ini akan terkumpul di dalam cairan
otak sehingga dapat menyebabkan lapisan yang tadinya tipis menjadi tebal. Dan
pengumpulan cairan ini akan menyebabkan peningkatan intrakranial. Hal ini akan
menyebabkan jaringan otak akan mengalami infark.
b. Meningitis Virus
Tipe dari meningitis
ini sering disebut aseptik meningitis. Ini biasanya disebabkan oleh berbagai
jenis penyakit yang disebabkan oleh virus, seperti; gondok, herpez simplek dan
herpez zoster. Eksudat yang biasanya terjadi pada meningitis bakteri tidak
terjadi pada meningitis virus dan tidak ditemukan organisme pada kultur cairan
otak. Peradangan terjadi pada seluruh koteks cerebri dan lapisan otak.
Mekanisme atau respon dari jaringan otak terhadap virus bervariasi tergantung
pada jenis sel yang terlibat.
C.
Klasifikasi
Meningitis
dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak,
yaitu :
1.
Meningitis
Serosa Adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan
otak yang jernih. Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa.
Penyebab lainnya lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia. Meningitis
tuberculosa masih sering dijumpai di Indonesia, pada anak dan orang dewasa.
Meningitis tuberculosa terjadi akibat komplikasi penyebab tuberculosis primer,
biasanya dari paru paru. Meningitis bukan terjadi karena terinpeksi selaput
otak langsung penyebaran hematogen, tetapi biasanya sekunder melalui
pembentukan tuberkel pada permukaan otak, sumsum tulang belakang atau vertebra
yang kemudian pecah kedalam rongga archnoid. Tuberkulosa ini timbul karena
penyebaran mycobacterium tuberculosa. Pada meningitis tuberkulosa dapat terjadi
pengobatan yang tidak sempurna atau pengobatan yang terlambat. Dapat terjadi
cacat neurologis berupa parase, paralysis sampai deserebrasi, hydrocephalus
akibat sumbatan , reabsorbsi berkurang atau produksi berlebihan dari likour
serebrospinal. Anak juga bias menjadi tuli atau buta dan kadang kadang
menderita retardasi mental.
2.
Meningitis
Purulenta Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak dan
medula spinalis. Penyebabnya antara lain : Diplococcus pneumoniae (pneumokok),
Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus
aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae,
Peudomonas aeruginosa. Meningitis purulenta
pada umumnya sebagai akibat komplikasi penyakit lain. Kuman secara hematogen
sampai keselaput otak; misalnya pada penyakit penyakit faringotonsilitis,
pneumonia, bronchopneumonia, endokarditis dan lain lain. Dapat pula sebagai
perluasan perkontinuitatum dari peradangan organ / jaringan didekat selaput
otak, misalnya abses otak, otitis media, mastoiditis dan lain lain.
D.
Manifestasi Klinis
·
Pada awal penyakit,
kelelahan, perubahan daya mengingat, perubahan tingkah laku.
·
Sesuai dengan
cepatnya perjalanan penyakit pasien menjadi stupor.
·
Sakit kepala
·
Sakit-sakit pada
otot-otot
·
Reaksi pupil terhadap
cahaya. Photofobia apabila cahaya diarahkan pada mata pasien
·
Adanya disfungsi pada
saraf III, IV, dan VI
·
Pergerakan motorik
pada masa awal penyakit biasanya normal dan pada tahap lanjutan bisa terjadi
hemiparese, hemiplegia, dan penurunan tonus otot.
·
Refleks Brudzinski
dan refleks Kernig (+) pada bakterial meningitis dan tidak terdapat pada virus
meningitis.
·
Nausea
·
Vomiting
·
Demam
·
Takikardia
·
Kejang yang bisa
disebabkan oleh iritasi dari korteks cerebri atau hiponatremia
·
Pasien merasa takut
dan cemas.
CHILDREN AND ADOLESCENT
Ø Sakitnya tiba-tiba, adanya demam, sakit kepala, panas
dingin, muntah, kejang-kejang
Ø Anak menjadi irritable dan agitasi dan dapat berkembang photopobia, delirium, halusinasi,
tingkah laku yang agresif atau mengantuk stupor dan koma
Ø Gejala pada respiratory atau gastrointestinal
Ø Adanya tahanan pada kepala jika difleksikan
Ø Kekakuan pada leher (Nuchal Rigidity) àUpaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme
otot-otot leher.
Ø Tanda kernig dan brudzinki (+)
§ Tanda kernik positip: ketika pasien
dibaringkan dengan paha dalam keadan fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat di
ekstensikan sempurna.
§
Tanda
brudzinki : bila leher pasien di fleksikan maka dihasilkan fleksi lutut dan
pinggul. Bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu
sisi maka gerakan yang sama terlihat peda sisi ektremita yang berlawanan.
Ø Kulit dingin dan sianosis
Ø Peteki / adanya purpura pada kulit à infeksi meningococcus (meningo cocsemia)
Ø Keluarnya cairan dari telinga à meningitis peneumococal
Ø Congenital dermal sinus à infeksi E. Colli
INFANT AND CHILDREN
Ø Manifestasi klinisnya biasanya tampak pada anak umur 3
bulan sampai 2 tahun
Ø Adanya demam, nafsu makan menurun, muntah, iritabel,
mudah lelah dan kejang-kejang, dan menangis meraung-raung.
( Kejang akibat area fokal
kortikal yang peka dan peningkatan TIK akibat eksudat purulen dan edema
serebral dengan tanda-tanda perubahan karakteristik tanda-tanda vital
(melebarnya tekanan pulsa dan bradikardi), pernafasan tidak teratur, sakit
kepala, muntah dan penurunan tingkat kesadaran).
Ø Fontanel menonjol
Ø Nuchal Rigidity à
tanda-tanda brudzinki dan kernig dapat terjadi namun lambat
NEONATUS
Ø Sukar untuk diketahui à
manifestasinya tidak jelas dan tidak spesifik
à ada kemiripan dengan anak yang lebih tua, seperti:
§ Menolak untuk makan
§ Kemampuan menelan buruk
§ Muntah dan kadang-kadang ada diare
§ Tonus otot lemah, pergerakan melemah dan kekuatan
menangis melemah
§ Hypothermia/demam, joundice, iritabel, mengantuk,
kejang-kejang, RR yang tidak teratur/apnoe, sianosis dan kehilangan BB.
§ Ketegangan , fontanel menonjol mungkin ada atau tidak
§ Leher fleksibel
§ Kolaps kardiovaskuler, kejang-kejang dan apnoe terjadi
bila tidak diobati/ditangani
E.
Patofisiologi
Meningitis
bakteri dimulai sebagai infeksi dari orofaring dan diikuti dengan septikemia,
yang menyebar ke meningen otak dan medula spinalis bagian atas. Faktor
predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media,
mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur bedah saraf
baru, trauma kepala dan pengaruh imunologis. Saluran vena yang melalui
nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan saluran mastoid menuju otak dan
dekat saluran vena-vena meningen; semuanya ini penghubung yang menyokong
perkembangan bakteri.
Organisme
masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi radang di dalam meningen dan
di bawah korteks, yang dapat menyebabkan trombus dan penurunan aliran darah
serebral. Jaringan serebral mengalami gangguan metabolisme akibat eksudat
meningen, vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar sampai
dasar otak dan medula spinalis. Radang juga menyebar ke dinding membran
ventrikel serebral. Meningitis bakteri dihubungkan dengan perubahan fisiologis
intrakranial, yang terdiri dari peningkatan permeabilitas pada darah, daerah
pertahanan otak (barier oak), edema serebral dan peningkatan TIK.
Pada
infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjadi meningitis.
Infeksi terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan adrenal, kolaps sirkulasi
dan dihubungkan dengan meluasnya hemoragi (pada
sindromWaterhouse-Friderichssen) sebagai akibat terjadinya kerusakan endotel dan
nekrosis pembuluh darah yang disebabkan oleh meningokokus
F.
Penatalaksanaan
a. Medik
Meningitis dapat
diobati dengan obat anti jamur, seperti:
·
Flukonazol :
berbentuk pil atau suntikan dalam pembuluh darah (intravena/IV)
·
Itrakonazol : dipakai pada orang yang tidak tahan
dengan flukonazol.
·
Amfoterisin B : obat
yang sangat manjur, tetapi obat ini dapat merusak ginjal, obat ini disuntikkan
atau diinfus secara perlahan, memiliki efek samping yang parah tetapi dapat
dikurangi dengan memakai obat semacam ibuprofen. (Yayasan Spiritia., 2006)
b. Diet
Diet
yang diberikan adalah energi tinggi, protein tinggi (ETPT) atau TKTP. Diet ETPT
mengandung energi dan protein di atas kebutuhan normal.
Tujuan diet:
v Memenuhi kebutuhan energi dan protein yang meningkat
untuk mencegah dan mengurangi kerusakan jaringan tubuh.
v Menambah berat badan sehingga mencapai berat badan
normal.
Syarat diet:
v Energi tinggi , yaitu 40-45 Kkal/Kgbb
v Protein tinggi, yaitu 2,0-2,5 gr/Kgbb
v Lemak cukup, 15-25 % dari kebutuhan energi total.
v Karbohidrat cukup, yaitu sisa dari kebutuhan energi
total.
v Vitamin dan mineral cukup, sesuai dengan kebutuhan
normal.
v Makanan diberikan dalam bentuk mudah cerna sesuai
kebutuhan dan kondisi pasien.
Diet yang diberikan:
v Diet ETPT I
-
Energi 2.600 Kkal
-
Protein 100 gr ( 2
gr/Kgbb)
v Diet ETPT II
-
Energi 3.000 Kkal
-
Protein 125 gr ( 2,5
gr/ Kgbb)
G.
Komplikasi
v Hidrosefalus obstruktif.
v MeningococcL Septicemia ( mengingocemia ).
v Sindrome water-friderichen (septik syok, DIC,perdarahan
adrenal bilateral).
v SIADH ( Syndrome Inappropriate Antidiuretic hormone ).
v Efusi subdural.
v Kejang.
v Edema dan herniasi serebral.
v Cerebral palsy.
v Gangguan mental.
v Gangguan belajar.
v Attention deficit disorder
H.
Pemeriksaan Penunjang
a.
Pemeriksaan Laboratorium
ü Pungsi
lumbal
§ Warna mengabur sampai keruh (tergantung sifat eksudat)
§ Tekanan
cairan serebrospinal meningkat
§ Jumlah
sel meningkat (100- 60.000) pada kausa bakteri didominasi oleh sel
polimorfonuklear).
§ Reaksi
pandi (+), Nonne- Apelt (+).
§ Protein
meningkat : 35 mg%
§ Kadar gula turun: 40 mg% (bisa sampai 0 ). Kadar gula CSS. Normal
= separo kadar gula darah).
§ Kultur
: bila prosedur baik 90% biakan positif.
§ Khusus
untuk meningitis tuberkulosis kultur dilakukan 2 kali yaitu setelah 3-4 hari
pengobatan dilakukan oleh kultur ulangan hasil positif sulit diperoleh.
ü Darah
·
AL normal atau meningkat
tergantung etiologi.
·
Hitung jenis didominasi sel polimorfonuklear atau limfosit
·
Kultur 80-90% , untuk TBC 2%
(+).
ü Pemeriksaan lengkap
·
CRP darah dan cairan serebrospinalis
·
Peningkatan kadar laktat
cairan cerebrospinalis
·
Penurunan pH cairan
cerebrospinalis
·
LDH, CPK, GOT.
·
Khusus kasus TBC :
Ø Kurasan
lambung.
Ø Takahashi,
PAP,Imuzim.
Ø Uji
PPD, BCG, Ro Thorax
Ø CT scan kepala (kalau ada indikasi khusus sepeerti
hidrosephalus)
Ø Funduskopi untuk melihat tuberkel di retina.
b. Radiologi
Ø CT
Scan/MRI : melihat lokasi lesi, ukuran ventrikel, hematom, hemoragik
Ø Rontgent
kepala : mengindikasikan infeksi intrakranial
I.
Diagnosis / Kriteria Diagnosis Medik
Diagnostik meningitis tidak dapat dibuat berdasarakan
gejala klinis. Diagnosis pasti hanya dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan
cairan serebrospinal melalui lumbal pungsi. Cairan serebrospinal biasanya
mengalami peningkatan, umumnya berwarna opalesen sampai keruh, reaksi nonne dan
pandy akan positif. Tekanan cairan diukur dan cairannya diambil untuk kultur,
pewarnaan gram, hitung jenis, serta menentukkan kadar glukosa dan protein.
Kultur pewarnaan gram dibutuhkan untuk menentukkan kuman penyebab.
J.
Pencegahan
Kebersihan menjadi kunci utama proses pencegahan
terjangkit virus atau bakteri penyebab meningitis. Ajarilah anak-anak dan
orang-orang sekitar untuk selalu cuci tangan, terutama sebelum makan dan
setelah dari kamar mandi. Usahakan pula untuk tidak berbagi makanan, minuman
atau alat makan, untuk membantu mencegah penyebaran virus. Selain itu lengkapi juga
imunisasi si kecil, termasuk vaksin-vaksin seperti HiB, MMR, dan IPD. ( Japardi, Iskandar., 2002 ) .Pada orang dewasa,
vaksin mengingokokus yang telah diijinkan di Amerika Serikat dapat diggunakan
sebagai pencegahan. Vaksin ini mencakup polisakarida grup A,C, W135 dan Y.
1. Imunisasi
Vaksin meningococcus sangat penting untuk
epidemis controlling di Negara ketiga dimana selalu terdapat infeksi
meningococcus group A, dengan epidemi setiap beberapa tahun. Imunitas yang
didapat tidak bertahan selamanya, dan akan berkurang dalam 3-5 tahun setelah
vaksinasi. Polisakarida grup C menghasilkan respon immun yang lebih rendah
dibandingkan dengan polisakarida grup A, dan mempunyai efek immunogenic yang
amat rendah pada anak dibawah usia 2 tahun. Immunoprofilaksis terhadap infeksi
meningococcus menggunakan vaksin polisakarida quadrivalent (seregrup A, C, Y
dan W 135). Pada infant, hanya komponen vaksin meningococcus grup A yang
menghasilkan protektif antibodi.
Vaksinasi hanya direkomendasikan untuk
individu dengan resiko tinggi, termasuk pengunjung negara dengan penyakit
hiperendemik atau epidemik, pada keadaan ledakan yang disebabkan oleh serogrup
yang terdapat dalam vaksin, orang-orang dalam barak militer, dan orang-orang
dengan resiko tinggi berupa defisiensi komponen terminal komplemen serta
individu yang telah mengalami splenectomy. Pada negara berkembang, penyebab
infeksi meningococcus adalah dari serogrup B. Kapsul polisakarida dari
organisme ini mempunyai immunogenisitas yang sangat rendah, sebab anti-B polisakarida
antibodi tidak bersifat bakterisidal di dalam komplemen manusia. Untuk
meningkatkan immunogenisitas dari polisakaridal serogrup B, telah dikembangkan
suatu polisakarida protein conjugate vaksin yang serupa dengan conjugate vaksin
haemophilus influenzae type B.
2.
Saat ini terdapat 3
macam conjugate vaksin yaitu:
a. HbOC, dimana protein carrier berasal dari non toksigenik
mutant darictoksin diphteria yang berikatan dengan rantai pendek
oligosaccharida/OC dari polyribosylribitolphospate/PRP kasul polisakarida
haemophilus influenzae tipe B.
b. PRP-OMP, conjugate vaksin yang berisi outer membrane
proteins dari N. Meningitidis/OMP, yang berikatan dengan rantai PRP polymer
c. PRP-D, berisi toksoid diphteria yang berikatan dengan
rantai sedang PRP polymer
Berdasarkan
rekomendasi dari Immunization Practice Advisory Committee (1991) dan Committee
on Infectious Disease of the American Academy of Pediatrics (1991), penggunaan
vaksin tersebut adalah sabagai berikut:
1) Seluruh bayi di imunisasi Hib conjugate vaksin (Hb-OC
atau PRP-OMP), dimulai pada usia 2 bulan. Pemberian dari vaksin dimulai sat 6
minggu. Pemberian imunisasi dapat bersamaan dgnjadwal imunisasi lain seperti
DPT, Polio dan MMR. Vaksin diberikan secara intramuskular pada tempat yang
berbeda dengan menggunakan syringe yang berbeda.
2) Bila menggunakan Hb-OC, pada infant usia 2-6 bulan
diberikan 3 dosis dengan selang paling sedikit 2 bulan. Infant usia 7-11 bulan
diberikan 2 dosis dengan selang paling sedikit 2 bulan sebelum mencapai usia 15
bulan. Booster diberikan saat usia 15 bulan paling sedikit 2 bulan setelah
dosis terakhir. Bila menggunakan PRP-OMP, pada infant usia 2-6 bulan diberikan
2 dosis degan selang 2 bulan, dan booster diberikan saat berusia 12 bulan. Anak
usia 7-11 bulan diberikan 2 dosis dengan selang 2 bulan, sedangkan anak usia
12-14 bulan diberikan single dose, pada kedua kelompok tersebut booster
diberikan saat usia 15 bulan, paling sedikit 2 bulan setelah dosis terakhir.
Pada kelompok usia dewasa diberikan single dose secara subcutan. Vaksinasi ini
memberikan perlindungan terhadap penyakit sebesar 90%, tetapi tidak cukup
potent untuk mengurangi kasus carrier.
K.
Prognosis
Mortalitis tergangtung pada
virulensi kuman penyebab, daya tahan tubuh pasien, terlambat
atau cepatnya mendapat pengobatan yang tepat dan pada cara pengobatan dan
perawatan yang diberikan. Pasien yang parah dan dengan kombinasi adanya demam,
dehidrasi, alkalosis dan edema serebral memungkinkan terjadinya kejang.
Obstruksi jalan nafas, henti nafas, atau disritmia jantung dapat terjadi, sehingga
intervensi keperawatan harus bekerjasama dengan dokter.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A.
Tinjauan Kasus
1.
Biodata
klien.
2.
Keluhan utama
Kejang,
3.
Riwayat
penyakit yang
menyertai sekarang
Ada menderita demam, flu
dan batuk. Dimana kejang dimulai dan bagaimana menjalarnya.
Sesudah kejang perlu ditanyakan apakah penderita segera sadar, tertidur,
kesadaran menurun, ada paralise, menangis dan sebagainya? Seperti Kejang (pada saat kejang mata
melirik ke atas, kejang pada seluruh badan, setelah kejang klien sadar dan
menangis pada saat kejang keluar buih lewat mulut).
4.
Riwayat
penyakit keluarga
Adakah anggota keluarga yang
menderita kejang (+ 25 % penderita kejang demam mempunyai faktor
turunan). Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit syaraf atau lainnya ?
Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ISPA, diare atau
penyakit infeksi menular yang dapat mencetuskan terjadinya kejang demam.
5.
Riwayat
kehamilan dan persalinan
Kedaan
ibu sewaktu hamil per trimester, apakah ibu pernah mengalami infeksi atau sakit
panas sewaktu hamil. Riwayat trauma, perdarahan per vaginam sewaktu hamil,
penggunaan obat-obatan maupun jamu selama hamil. Riwayat persalinan ditanyakan
apakah sukar, spontan atau dengan tindakan ( forcep/vakum ), perdarahan ante
partum, asfiksi dan lain-lain. Keadaan selama neonatal apakah bayi panas,
diare, muntah, tidak mau menetek, dan kejang-kejang.
6.
Status
imunisasi
BCG, DPT, Polio, Tt, Hepatitis, dlln.
7.
Status
nutrisi
ASI, Susu Pengganti, BB, PB, LiLa, dlln.
8.
Riwayat
perkembangan
Ditanyakan
kemampuan perkembangan meliputi :
Personal
sosial (kepribadian/tingkah laku sosial) : berhubungan dengan kemampuan
mandiri, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan lingkungannya. Gerakan motorik
halus : berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu, melakukan
gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan
otot-otot kecil dan memerlukan koordinasi yang cermat, misalnya menggambar,
memegang suatu benda, dan lain-lain. Gerakan motorik kasar : berhubungan dengan
pergerakan dan sikap tubuh. Bahasa : kemampuan memberikan respon terhadap
suara, mengikuti perintah dan berbicara spontan. Pada
saat ini apakah anak memasuki masa perkembangan? basic trust Vs Mistrust
(dimana rasa percaya anak kepada lingkungan terbentuk karena perlakuan yang ia
rasakan).
9.
Data
Psikososial
Ibu mengungkapkan
bahwa ia menerima keadaan anaknya, dan berharap agar anaknya bisa cepat sembuh
dan pulang berkumpul bersama dengan keluarga serta kakak klien. Ibu dan nenek
klien selalu menunggui klien dan hanya pada hari minggu ayah dan kakak klien
datang mengunjungi klien, karean harus bekerja dan sekolah.
10. Riwayat Sosial
Untuk mengetahui perilaku anak dan keadaan
emosionalnya perlu dikaji siapakah yanh mengasuh anak ? Bagaimana hubungan
dengan anggota keluarga dan teman sebayanya ?
11. Riwayat kesehatan yang lalu
- Apakah pernah menderita penyakit ISPA dan TBC ? Pengkajian penyakit yang pernah dialami
pasien yang memungkinkan adanya hubungan atau menjadi predisposisi
keluhan sekarang meliputi pernahkah pasien mengalami infeksi jalan napas
bagian atas, otitis media, mastoiditis, tindakan bedah saraf, riwayat
trauma kepala dan adanya pengaruh immunologis pada masa sebelumnya. Riwayat
sakit TB paru perlu ditanyakan pada pasien terutama apabila ada keluhan
batuk produktif dan pernah menjalani pengobatan obat anti TB yang sangat
berguna untuk mengidentifikasi meningitis tuberculosa
- Apakah
pernah jatuh atau trauma kepala ?
- Pernahkah
operasi daerah kepala ?
- Penyakit
Sebelumnya ?
B.
Pengkajian
1. Aktivitas
/ istirahat ;
Malaise, aktivitas terbatas, ataksia,
kelumpuhan, gerakan involunter, kelemahan, hipotonia
2. Sirkulasi
;
Riwayat endokarditis, abses otak, TD
meningkat, tekanan nadi berat, takikardi dan disritmia pada fase akut
3. Makanan
/ cairan :
Anorexia, kesulitan menelan, muntah, turgor kulit
jelek, mukosa kering
4. Higiene
:
Tidak mampu merawat diri.
5. Neurosensori
;
Sakit kepala, parsetesia, kehilangan sensasi,
“Hiperalgesia”meningkatnya rasa nyeri, kejang, gangguan penglihatan, diplopia,
fotofobia, ketulian, halusinasi penciuman, kehilangan memori, sulit mengambil
keputusan, afasia, pupil anisokor, hemiparese, hemiplegia,
tanda”Brudzinski”positif, refleks abdominal menurun, refleks kremasterik hilang
pada laki-laki, refleks babinski posistif.
6. Nyeri
/ kenyamanan :
Sakit kepala hebat, kaku kuduk, nyeri gerakan
okuler, fotosensitivitas, nyeri tenggorokan, gelisah, mengaduh/mengeluh.
7. Pernafasan
:
Riwayat infeksi sinus atau paru, pernapasan
cepat / meningkat, letargi dan gelisah.
8. Keamanan
:
Riwayat mastoiditis, otitis media, sinusitis,
infeksi pelvis, abdomen atau kulit, pungsi lumbal, pembedahan, fraktur cranial,
anemia sel sabit, imunisasi yang baru berlangsung, campak, chiken pox, herpes
simpleks. Demam, menggigil, rash, gangguan sensasi.
9. Penyuluhan
/ pembelajaran :
Riwayat hipersensitif terhadap obat, penyakit
kronis, diabetes mellitus.
C.
Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan
perfusi jaringan sehubungan dengan peningkatan tekanan intracranial
Tujuan
Ø Pasien kembali
pada, keadaan status neurologis sebelum sakit
Ø Meningkatnya
kesadaran pasien dan fungsi sensoris
Kriteria Hasil
Ø Tanda-tanda
vital dalam batas normal
Ø Kesadaran
meningkat
Ø Adanya
peningkatan kognitif dan tidak ada atau hilangnya tanda-tanda tekanan
intrakranial yang meningkat
Intervensi
a.
Pasien bed
rest total dengan posisi tidur terlentang tanpa bantal. Rasional; Perubahan pada tekanan intakranial akan dapat meyebabkan resiko untuk
terjadinya herniasi otak
b.
Monitor
tanda-tanda status neurologis dengan GCS. Rasional; Dapat mengurangi kerusakan otak
lebih lanjut
c.
Monitor
intake dan output. Rasional; Pada keadaan normal autoregulasi mempertahankan
keadaan tekanan darah sistemik berubah secara fluktuasi. Kegagalan autoreguler
akan menyebabkan kerusakan vaskuler cerebral yang dapat dimanifestasikan dengan
peningkatan sistolik dan diikuti oleh penurunan tekanan diastolik. Sedangkan
peningkatan suhu dapat menggambarkan perjalanan infeksi.
d.
Monitor
tanda-tanda vital seperti TD, Nadi, Suhu, Respirasi dan hati-hati pada
hipertensi sistolik. Rasional; hipertermi dapat menyebabkan peningkatan IWL dan
meningkatkan resiko dehidrasi terutama pada pasien yang tidak sadar, nausea
yang menurunkan intake per oral
e.
Bantu pasien
untuk membatasi gerak atau berbalik di tempat tidur. Berikan
cairan perinfus dengan perhatian ketat. Rasional; Aktifitas ini dapat meningkatkan
tekanan intrakranial dan intraabdomen. Mengeluarkan napas sewaktu bergerak atau
merubah posisi dapat melindungi diri dari efek valsava.
f.
Monitor AGD
bila diperlukan pemberian oksigen. Rasional: Meminimalkan fluktuasi pada beban
vaskuler dan tekanan intrakranial, vetriksi cairan dan cairan dapat menurunkan
edema cerebral.
g.
Berikan
terapi sesuai advis dokter seperti: Steroid, Aminofel, Antibiotika. Rasional; Adanya kemungkinan asidosis disertai dengan pelepasan oksigen pada
tingkat sel dapat menyebabkan terjadinya iskhemik serebral. Terapi yang
diberikan dapat menurunkan permeabilitas kapiler. Menurunkan
edema serebri. Menurunka metabolik sel / konsumsi dan kejang.
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
perubahan tingkat kesadaran, akumulasi sekret.
Tujuan
Diharapkan jalan nafas kembali efektif.
Kriteria Hasil
Ø Melaporkan tidak mengalami sesak.
Ø Frekuensi pernafasan 16-20 x/ menit.
Ø Tidak menggunakan otot bantu pernafasan.
Ø Ronchi (-/-)
Ø Mengi (-/-)
Ø Mendemontrasikan cara batuk efektif.
Intervensi
a. Kaji ulang fungsi paru, adanya nafas tambahan, perubahan
irama dan kedalaman, penggunaan otot-otot tambahan. Perhatikan warna dan
kekentalan sputum. Rasional; Memantau dan mengaatsi komplikasi potensial.
Pengkajian fungsi pernafasan dengan interval yang teratur adalah penting karena
pernafasan yang tidak efektif dan adanya kegagalan, akibat adanya kelamahan
atau paralisis pada otot-otot interkostal dan diafragma berkembang dengan
cepat.
b. Ajarkan cara batuk efektif. Rasional; Klien berada pada
risiko tinggi apabila tidak dapat melakukan batuk efektif untuk membersihkan
jalan nafas dan mengalami kesulitan menelan, sehingga menyebabkan aspirasi
saliva dan mencetuskan gagal nafas akut.
c. Lakukan fisioterapi dada; vibrasi dada. Rasional; Terapi
fisik dada membantu meningkatkan batuk lebih efektif
d. Penuhi hidrasi cairan via oral seperti minum air putih
dan pertahankan asupan cairan 2.500 ml/hari. Rasional; Pemenuhan cairan dapat
mengencerkan mukus yang kental dan dapat membantu pemenuhan cairan yang banyak
keluar dari tubuh.
e. Lakukan penghisapan lendir di jalan nafas. Rasional;
Penghisapan mungkin diperlukan untuk mempertahankan kepatenan jalan nafas
menjadi bersih
3. Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan
perubahan tingkat kesadaran, defresi pusat nafas diotak.
Tujuan
Diharapkan Pola Napas Efektif/teratur
Kriteria Hasil
Ø Dapat
mempertahankan oksigenasi
Ø Memiliki suara
napas normal
Intervensi
a. Kaji frekuensi,
kedalaman pernapasan dan ekspansi paru. Rasional; Kecepatan biasaya meningkat.
Dispenia dan terjadi peningkatan kerja napas.
b. Auskultasi
bunyi napas dan catat adanya bunyi napas tambahan. Rasional; Bunyi napas
menurun/tak ada bila jalan napas obstruksi sekunder terhadap perdarahan.
c. Tinggikan
posisi kepala tempat tidur klien, posisi miring sesuai indikasi. Rasional; Untuk
memudahkan ekspansi paru/ventilasi paru dan menurunkan adanya lidah jatuh pada
jalan napas.
a. Anjurkan klien
untuk melakukan napas dalam yang efektif jika pasien sadar. Rasional;
Mencegah/menurunkan atelektasis.
d. Kolaborasi,
dalam pemberian Oksigenasi. Rasional; Memaksimalkan oksigen pada darah arteri
dan membantu pencegahan
4. Nyeri berhubungan dengan iritasi meningen
Tujuan
Diharapkan keluhan nyeri berkurang
Kriteria Hasil
Ø Melaporkan nyeri berkurang, skala nyeri 1-3 dari 10 skala
nyeri.
Ø Tanda-tanda vital dalam batas normal, suhu : 36-37,5 °C,
nadi : 60-100 x/menit, RR: 16-20 x/menit, TD: 100-120 mmHg.
Ø Wajah klien tampak rileks.
Intervensi
a. Kaji ulang nyeri klien (PQRST). Rasional; Memantau dan
memberikan gambaran umum mengenai karakteristik nyeri klien dan indikator dalam
melakukn intervensi selanjutnya.
b. Usakan menciptakan lingkungan yang aman dan tenang.
Rasional; Menurunkan reaksi terhadap rangsangan eksternal atau kesensitifan
terhadap cahaya dan menganjurkan klien untuk beristirahat.
c. Lakukan metode penatalaksanaan nyeri : relaksasi
progresif, distraksi, dan nafas dalam. Rasional; Membantu menurunkan stimulasi
sensasi nyeri.
d. Lakukan latihan gerak aktif dan pasif sesuai kondisi
dengan lembut dan hati-hati. Rasional; Membantu relaksasi otot-otot yang tegang
dan dapat menurunkan nyeri/ rasa tidak nyaman.
e. Kolaborasi: berikan analgetik sesuai indikasi. Rasional;
Mungkin diperlukan untuk menurunkan rasa sakit. Catatan: narkotika merupakan
kontraindikasi karena berdampak pada status neurologis sehingga menyulitkan pengkajian.
5. Hipertermi berhubungan dengan reaksi peradangan.
Tujuan
Diharapkan suhu tubuh dalam rentang normal.
Kriteria Hasil
Ø Tanda-tanda vital dalam batas normal, suhu : 36-37,5 °C,
nadi : 60-100 x/menit, RR: 16-20 x/menit, TD: 100-120 mmHg.
Ø Tidak terdapat kemerahan pada kulit.
Intervensi
a. Kaji ulang suhu tubuh klien. Rasional; Memantau dan
memberikan gambaran umum mengenai karakteristik nyeri klien dan indikator dalam
melakukn intervensi selanjutnya.
b. Berikan kompres hangat. Rasional; Mengurangi panas dengan
memindahkan panas secara konduksi. Air hangat dapat mengontrol pemindahan panas
secara perlahan tanpa menyebabkan hipotermi atau menggigil.
c. Berikan/ anjurkan pasien untuk banyak minum 1.500-2.000
cc/ hari ( sesuai yang ditoleransi ). Rasional; Mengganti cairan tubuh yag
hilang akibat evaporasi.
d. Anjurkan pasien
untuk menggunakan pakaian yang tipis dan mudah menyerap keringat. Rasional;
Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis mudah menyerap keringat dan tidak
merangsang peningkatan suhu tubuh.
e. Observasi intake dan output , tanda-tanda vital ( suhu,
nadi, pernafasan, tekanan darah ) setiap 3 jam atau sesuai indikasi. Rasional;
Mendeteksi dini kekurangan cairan serta mengetahui keseimbangan cairan dan
elektrolit dalam tubuh. Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan
umum pasien.
f. Kolaborasi: pemberian cairan intravena dan pemberian obat
sesuai indikasi.
6. Resiko
terjadi kejang ulang berhubungan dengan hipertermi.
Tujuan
Ø Klien
tidak mengalami kejang selama berhubungan dengan hiperthermi
Kriteria Hasil
a.
Tidak terjadi serangan kejang ulang.
b.
Suhu 36,5 – 37,5 º C (bayi), 36 – 37,5 º C (anak)
c.
Nadi 110 – 120 x/menit (bayi)
d.
100-110 x/menit (anak)
e.
Respirasi 30 – 40 x/menit (bayi)
f.
24 – 28 x/menit (anak)
g.
Kesadaran composmentis
Intervensi
a.
Longgarkan pakaian, berikan pakaian tipis yang mudah
menyerap keringat. Rasional; proses konveksi akan terhalang oleh pakaian yang
ketat dan tidak menyerap keringat.
b.
Berikan kompres dingin. Rasional; perpindahan panas
secara konduksi.
c.
Berikan ekstra cairan (susu, sari buah, dll).
Rasional; saat demam kebutuhan akan cairan tubuh meningkat.
d.
Observasi kejang
dan tanda vital tiap 4 jam. Rasional; Pemantauan yang teratur menentukan
tindakan yang akan dilakukan.
e.
Batasi aktivitas selama anak panas. Rasional;
aktivitas dapat meningkatkan metabolisme dan meningkatkan panas.
f.
Berikan anti piretika dan pengobatan sesuai advis.
Rasional; Menurunkan panas pada pusat hipotalamus dan sebagai propilaksis.
7. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake
tidak adekuat: mual muntah
Tujuan
Diharapkan kekurangan
volume cairan tidak terjadi
Kriteria Hasil
Ø Turgor kulit elastis.
Ø Volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan dan
haluaran.
Ø Tanda-tanda vital dalam batas normal, suhu : 36-37,5 °C,
nadi : 60-100 x/menit, RR: 16-20 x/menit, TD: 100-120 mmHg.
Intervensi
a. Pantau pemasukan dan pengeluaran. Hitung keseimbangan
cairan. Rasional; Evaluator langsung status cairan.
b.
Evaluasi turgor kulit, kelembaban membran mukosa. Rasional; Indikator langsung status cairan / perbaikan
ketidakseimbangan.
c. Pantau TTV. Rasional; Kekurangan volume cairan mungkin
dimanifestasikan oleh bradikardi, karena jantung mencoba untuk mempertahankan
curah jantung.
d. Kaji ulang kebutuhan cairan. Buat jadwal 24 jam dan rute
yang digunakan. Rasional; Kebutuhan cairan tergantung pada situasi, cairan dibatasi
atau diberikan terus. Pemberian informasi
melibatkan pasien dan pembuat jadwaldengan kesukaan individu dan meningkatkan
rasa terkontrol dan kerja sama dalam program.
e. Pantau kadar elektrolit darah, urea nitrogen darah, urine
dan serum, osmolalitas, kreatinin, hematokrit dan hemoglobin. Rasional;
Indikator untuk mengetahui kekurangan volume cairan.
f. Timbang BB setiap hari. Rasional; Perubahan BB tiba –
tiba dicurigai kehilangan volume cairan.
8. Resiko terjadinya injuri sehubungan dengan adanya kejang,
perubahan status mental dan penurunan tingkat kesadaran
Tujuan
Pasien bebas
dari injuri yang disebabkan oleh kejang dan penurunan kesadaran
Kriteria Hasil
Klien
bebas dari resiko injuri
Intervensi
a. Monitor kejang
pada tangan, kaki, mulut dan otot-otot muka lainnya. Rasional; Gambaran
tribalitas sistem saraf pusat memerlukan evaluasi yang sesuai dengan intervensi
yang tepat untuk mencegah terjadinya komplikasi.
b. Persiapkan
lingkungan yang aman seperti batasan ranjang, papan pengaman, dan alat suction
selalu berada dekat pasien. Rasional; Melindungi pasien bila kejang terjadi.
c. Pertahankan
bedrest total selama fase akut. Rasional; Mengurangi resiko jatuh / terluka
jika vertigo, sincope, dan ataksia terjadi.
d. Kolaborasi
dalam pemberikan terapi sesuai advis dokter seperti; diazepam, phenobarbital,
dll. Rasional; Untuk mencegah atau mengurangi kejang. Catatan : Phenobarbital
dapat menyebabkan respiratorius depresi dan sedasi.
9. Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual dan muntah.
Tujuan
Diharapkan
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh tidak terjadi
Kriteria Hasil
Ø Intake nutisi adekuat.
Ø Peningkatan berat badan.
Ø Kadar Hb dan albumin dalam batas normal.
Intervensi
a. Kaji ulang kemampuan
klien dalam menelan, batuk , dan adanya sekret.
Rasional; Menentukan kemampuan menelan klien dan mencegah risiko aspirasi.
b. Auskultasi bising usus , amati penurunan atau
hiperaktivitas usus. Rasional; Fungsi gastrointestinal bergantung pada kerusakan
otak. Bising usus menentukan respon pemberian makanan atau terjadinya
komplikasi misalnya ileus.
c. Timbang berat badan sesuai indikasi. Rasional;
Mengevaluasi efektivitas dari asupan makanan.
d. Berikan makanan dalam porsi kecil dan frekuensi yang
set\ring, sajikan makanan dalam keadaan hangat, lingkungan yang tenang.
Rasional; Meningkatkan intake nutrisi, klien dapat berkonsentrasi makan tanpa
adanya distraksi dari luar.
e. Kolaborasi: berikan obat antiemetik sesuai indikasi.
Rasional; Membantu menurunkan mual.
10. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan
kesadaran, kerusakan neuromuskular, penurunan kekuatan otot.
Tujuan
Diharapkan terjadi
peningkatan kemampuan fisik
Kriteria Hasil
Ø Skala ketergantungan meningkat menjdi bantuan minimal.
Ø Tidak terjadi kontraktur.
Intervensi
a. Tinjau kemampuan fisik dan kerusakan yang terjadi.
Rasional; Mengudentifikasi kerusakan fungsi dan menentukan pilihn intervensi.
b. Kaji tingkat imobilisasi, gunakan skala tingkat
ketergantungan. Rasional; Tingkat ketergantungan minimal , memerlukan bantuan
sebagian, dan memerlukan bentuan penuh atau total karena berisiko pada klien
sehingga memerlukan pengawasan yang khusus dari petugas.
c. Berikan perubahan yang teratur pada klien. Rasional;
Perubahan posisi teratur dapat mendistribusikan berat badan secara menyeluruh
dan memfasilitasi peredaran darah serta mencegah dekubitus.
d. Pertahankan kesejajaran tubuh yang adekuat. Rasional;
Mempercepat pengembalian funsi tubuh.
e. Berikan latihan ROM pasif jika sudah bebas panas dan
kejang. Rasional; Mencegah terjadinya kontraktur atau fotdrop.
11. Kurangnya
pengetahuan keluarga sehubungan keterbataaan informasi
Tujuan
Pengetahuan
keluarga bertambah tentang penyakit anaknya
Kriteria Hasil
a.
Keluarga tidak sering bertanya tentang penyakit anaknya.
b.
Keluarga mampu diikutsertakan dalam proses
keperawatan.
c.
Keluarga mentaati setiap proses keperawatan
Intervensi
a.
Kaji tingkat pengetahuan keluarga. Rasional;
Mengetahui sejauh mana pengetahuan yang dimiliki keluarga dan kebenaran
informasi yang didapat.
b. Beri
penjelasan kepada keluarga sebab dan akibat kejang. Rasional; Penjelasan
tentang kondisi yang dialami dapat membantu menambah wawasan keluarga.
c. Jelaskan
setiap tindakan perawatan yang akan dilakukan. Rasional; Agar keluarga
mengetahui tujuan setiap tindakan perawatan.
d.
Berikan Health Education tentang cara menolong anak
kejang dan mencegah kejang, antara lain :
o
Jangan panik saat kejang
o
Baringkan anak ditempat rata dan lembut.
o
Kepala dimiringkan.
o
Pasang gagang sendok yang telah dibungkus kain yang
basah, lalu dimasukkan ke mulut.
o
Setelah kejang berhenti dan pasien sadar segera
minumkan obat tunggu sampai keadaan tenang.
o
Jika suhu tinggi saat kejang lakukan kompres dingin
dan beri banyak minum
Rasional; Sebagai upaya alih
informasi dan mendidik keluarga agar mandiri dalam mengatasi masalah kesehatan.
e. Berikan
Health Education agar selalu sedia obat penurun panas, bila anak panas.
Rasional; Mencegah peningkatan suhu lebih tinggi dan serangan kejang ulang.
f. Jika anak
sembuh, jaga agar anak tidak terkena penyakit infeksi dengan menghindari orang
atau teman yang menderita penyakit menular sehingga tidak mencetuskan kenaikan
suhu. Rasional; Sebagai upaya preventif serangan ulang.
g. Beritahukan
keluarga jika anak akan mendapatkan imunisasi agar memberitahukan kepada
petugas imunisasi bahwa anaknya pernah menderita kejang demam. Rasional;
Imunisasi pertusis memberikan reaksi panas yang dapat menyebabkan kejang demam.
D.
Implementasi
Keperawatan
Implementasi
yang akan dilakukan adalah sesuai dengan intervensi keperawatan
E.
Evaluasi
Keperawatan
Evaluasi
keperawatan yang diharapkan pada pasien anak dengan kasus meningitis adalah:
1. Gangguan
perfusi jaringan sehubungan dengan peningkatan tekanan intracranial
a. Tanda-tanda
vital dalam batas normal, Kesadaran meningkat
b. Adanya
peningkatan kognitif dan tidak ada atau hilangnya tanda-tanda tekanan
intrakranial yang meningkat
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
perubahan tingkat kesadaran, akumulasi sekret.
a. Melaporkan tidak mengalami sesak, Frekuensi pernafasan
16-20 x/ menit.
b. Tidak menggunakan otot bantu pernafasan.
c. Ronchi (-/-), Mengi (-/-), Mendemontrasikan cara batuk
efektif.
3. Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan
perubahan tingkat kesadaran, defresi pusat nafas diotak.
a. Dapat
mempertahankan oksigenasi.
b. Memiliki suara
napas normal
4. Nyeri berhubungan dengan iritasi meningen
a. Melaporkan nyeri berkurang, skala nyeri 1-3 dari 10 skala
nyeri.
b. Tanda-tanda vital dalam batas normal, suhu : 36-37,5 °C,
nadi : 60-100 x/menit, RR: 16-20 x/menit, TD: 100-120 mmHg, Wajah klien tampak
rileks.
5. Hipertermi berhubungan dengan reaksi peradangan.
a. Tanda-tanda vital dalam batas normal, suhu : 36-37,5 °C,
nadi : 60-100 x/menit, RR: 16-20 x/menit, TD: 100-120 mmHg.
b. Tidak terdapat kemerahan pada kulit.
6. Resiko
terjadi kejang ulang berhubungan dengan hipertermi.
a.
Tidak terjadi serangan kejang ulang, Kesadaran
composmentis
b.
Suhu 36,5 – 37,5 º C (bayi), 36 – 37,5 º C (anak)
c.
Nadi 110 – 120 x/menit (bayi), 100-110 x/menit (anak)
d.
Respirasi 30 – 40 x/menit (bayi), 24 – 28 x/menit
(anak)
7. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake
tidak adekuat: mual muntah
a. Turgor kulit elastis.
b. Volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan dan
haluaran.
c. Tanda-tanda vital dalam batas normal, suhu : 36-37,5 °C,
nadi : 60-100 x/menit, RR: 16-20 x/menit, TD: 100-120 mmHg.
8. Resiko terjadinya injuri sehubungan dengan adanya kejang,
perubahan status mental dan penurunan tingkat kesadaran
a. Klien
bebas dari resiko injuri
9. Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual dan muntah.
a. Intake nutisi adekuat, Peningkatan berat badan.
b. Kadar Hb dan albumin dalam batas normal.
10. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan
kesadaran, kerusakan neuromuskular, penurunan kekuatan otot.
a. Skala ketergantungan meningkat menjdi bantuan minimal.
b. Tidak terjadi kontraktur.
11. Kurangnya
pengetahuan keluarga sehubungan keterbataaan informasi
a.
Keluarga tidak sering bertanya tentang penyakit anaknya.
b.
Keluarga mampu diikutsertakan dalam proses
keperawatan.
c.
Keluarga mentaati setiap proses keperawatan
BAB IV
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dari pembahasan mengenai meningitis di atas dapat ditarik
beberapa kesimpulan, yaitu :
1. Meningitis adalah radang dari selaput otak (arachnoid dan
piamater).
2. Meningitis dapat disebabkan oleh dua hal utama yaitu
bakteri dan virus. Namun tidak hanya disebabkan oleh bakteri dan virus, namun
ada beberapa factor predisposisi yang juga cukup berperan dalam terjadinya
meningitis seperti fraktur tulang tengkorak, infeksi, operasi otak atau sum-sum
tulang belakang.
3. Berdasarkan penyebabnya, meningitis dibagi menjadi dua,
yaitu meningitis purulenta dan meningitis serosa.
B.
SARAN
Dengan
terselesaikannya Makalah Asuhan Keperawatan Anak dengan Meningitis ini
diharapkan bagi mahasiswa keperawatan agar lebih bisa mengidentifikasi dan
membedakan gejala meningitis dengan gejala penyakit yang ada pada selaput otak.
SUMBER
1. Doenges, Marilynn E, Rencana
Asuhan Keperawatan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1999
2. Kapita Selekta
Kedokteran FKUI, Penerbit: Media
Aesculapius, Jakarta, 1999
3. Brunner / Suddarth, Buku
Saku Keperawatan Medikal Bedah, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2000
4. Brunner & Suddarth, 1997, Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah, Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta.
5. Indah. P, Elizabeth. 1998. Asuhan Keperawatan Meningitis.
Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama
6. Smeltzer, Suzanne C dan Bare , Brenda. G.2001. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol.3.
Jakarta :EGC
7. Nelson. 1992. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : EGC
8. Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC
9. Widagdo, Wahyu, dkk. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan Sistem Persarafan, Jakarta, 2008, TIM (Trans Info Media)
10. Brough,Hellen,et al.2007.Rujukan Cepat Pediatri dan
Kesehatan Anak.Jakarta:EGC.
11. Ngastiyah.2005.Perawatan Anak Sakit.Ed.2.Jakarta:EGC
12. Suriadi, Rita Yuliani.2006.Asuhan keperawatan pada Anak
Ed.2.Jakarta:Percetakan Penebar Swadaya
13. Kamus Kesehatan, diposting tanggal 08/2009
14. Belajar Askep.
Di posting tanggal 06/2008.
Askep
Anak Dgn Meningitis.
15. Kapuk Online.
Di posting tanggal 02/2010. Askep
Asuhan Keperawatan Meningitis.
16. Andi
Mursyidah. Di posting tanggal 02/02/2011. Asuhan
Keperawatan Meningitis.
17. Soul Friends
Blog. Di posting tanggal 21/03/2011. Asuhan
Keperawatan Pada Anak Dengan Meningitis.
18. Patanursing.
Di posting tanggal 20/09/2011.
Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Anak Dengan Meningitis.
19. Keperawatans Weblog. Di posting tanggal 13/04/2008. Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Dengan Meningitis. http://keperawatangun.wordpress.com/2008/04/13/asuhan-keperawatan-pada-pasien-dengan-meningitis.
20. Dwy Handayanti.
Di posting tanggal 14/2012.
Asuhan
Keperawatan Meningitis.
21. Tesalonika
Merentek. Di posting tanggal 09/2012. Askep
Meningitis Pada Anak..
22. Nudenizia. Di
posting tanggal 05/2011. Asuhan
Keperawatan Pada Anak Dengan Meningitis.
23. Hidupku. Di posting
tanggal 04/2012. Askep
Meningitis.
24. Makalah
Askep. Di posting tanggal 11/2011. Askep
Meningitis.
25. Nightingale’s
Reincarnation. Di posting tanggal 06/2012. Asuhan
Keperawatan Meningitis.
26. Perawat Hati.
Di posting tanggal 05/2012.
Askep
Anak Meningitis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar