Jumat, 16 November 2012

Askep Anak Meningitis


ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN GANGGUAN SISTEM PERSARAFAN  PADA KASUS MENINGITIS


BAB I
PENDAHULUAN

A.   LATAR BELAKANG
Proses peradangan dapat mengenai selaput otak (meningitis), jaringan otak (ensefalitis), dan medulla spinalis (mielitis), walaupun yang paling sering terjadi adalah meningitis. Selaput otak terdiri dari tiga lapisan dari luar ke dalam, yaitu durameter, araknoid, piameter. Durameter adalah membrane putih tebal yang kasar, dan menutupi seluruh otak dan medulla spinalis. Araknoid merupakan membrane lembut yang bersatu di tempatnya denga piameter, diantaranya terdapat ruang subaraknoid di mana terdapat arteri dan vena serebral dan dipenuhi oleh cairan serebrospinal. Piameter merupakan membrane halus yang kaya akan pemburu darah kecil yang mensuplai darah ke otak dalam jumlah yang banyak. Piameter adalah lapisan yang langsung melekat dengan permukaan otak dan seluruh medulla spinalis.
Meningitis dapat dibedakan oleh berbagai organisme yang bervariasi, tetapi ada tiga tipe utama yaitu :
1.    Infeksi bakteri, piogenik yang disebabkan oleh bakteri pembentuk pus, terutama mengikoku, pneumokokus, dan basil influenza.
2.    Tuberculosis, yang disebabkan oleh basil tuberkel (M.Tuberculosa)
3.    Infeksi virus, yang disebabkan oleh agen-agen virus yang sangat bervariasi.

B.   RUMUSAN MASALAH
1.    Apakah definisi dari meningitis?
2.    Faktor-faktor apa saja yang dapat menyebabkan terjadinya meningitis?
3.    Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan meningitis?

C.   TUJUAN
1.    Untuk mengetahui definisi dari meningitis.
2.    Untuk mengetahui factor penyebab terjadinya meningitis.
3.    Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan meningitis.


BAB II
TINJAUAN MEDIS
A.   Devinisi
Ø  Meningitis merupakan inflamasi yang terjadi pada lapisan arahnoid dan piamatter di otak serta spinal cord. Inflamasi ini lebih sering disebabkan oleh bakteri dan virus meskipun penyebab lainnya seperti jamur dan protozoa juga terjadi. (Donna D.,1999).
Ø  Meningitis adalah suatu infeksi/peradangan dari meninges,lapisan yang tipis/encer yang mengepung otak dan jaringan saraf dalam tulang punggung, disebabkan oleh bakteri, virus, riketsia, atau protozoa, yang dapat terjadi secara akut dan kronis. (Harsono., 2003)
Ø  Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur (Smeltzer, 2001).
Ø  Meningitis adalah radang membran pelindung sistem syaraf pusat. Penyakit ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme, luka fisik, kanker, atau obat-obatan tertentu. Meningitis adalah penyakit serius karena letaknya dekat otak dan tulang belakang, sehingga dapat menyebabkan kerusakan kendali gerak, pikiran, bahkan kematian. (wikipedia.com)
Ø  Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat dirumuskan bahwa meningitis adalan suatu radang yang terjadi pada meningen dan selaput medula spinalis yang disebabkan oleh bakteri, virus, riketsia atau protozoa sehingga dapat menyababkan kerusakan kendali gerak, pikiran, bahkan kematian.

 

B.   Etiologi
Meningitis disebabkan oleh berbagai macam organisme, tetapi kebanyakan pasien dengan meningitis mempunyai faktor predisposisi seperti fraktur tulang tengkorak, infeksi, operasi otak atau sum-sum tulang belakang. Seperti disebutkan di atas bahwa meningitis itu disebabkan oleh virus dan bakteri, maka meningitis dibagi menjadi dua bagian besar yaitu : meningitis purulenta dan meningitis serosa.
a.    Meningitis Bakteri
Bakteri yang paling sering menyebabkan meningitis adalah haemofilus influenza, Nersseria,Diplokokus pnemonia, Sterptokokus group A, Stapilokokus Aurens, Eschericia colli, Klebsiela dan Pseudomonas. Tubuh akan berespon terhadap bakteri sebagai benda asing dan berespon dengan terjadinya peradangan dengan adanya neutrofil, monosit dan limfosit. Cairan eksudat yang terdiri dari bakteri, fibrin dan lekosit terbentuk di ruangan subarahcnoid ini akan terkumpul di dalam cairan otak sehingga dapat menyebabkan lapisan yang tadinya tipis menjadi tebal. Dan pengumpulan cairan ini akan menyebabkan peningkatan intrakranial. Hal ini akan menyebabkan jaringan otak akan mengalami infark.
b.    Meningitis Virus
Tipe dari meningitis ini sering disebut aseptik meningitis. Ini biasanya disebabkan oleh berbagai jenis penyakit yang disebabkan oleh virus, seperti; gondok, herpez simplek dan herpez zoster. Eksudat yang biasanya terjadi pada meningitis bakteri tidak terjadi pada meningitis virus dan tidak ditemukan organisme pada kultur cairan otak. Peradangan terjadi pada seluruh koteks cerebri dan lapisan otak. Mekanisme atau respon dari jaringan otak terhadap virus bervariasi tergantung pada jenis sel yang terlibat.

 

C.   Klasifikasi
Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak, yaitu :
1.    Meningitis Serosa Adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan otak yang jernih. Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa. Penyebab lainnya lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia.     Meningitis tuberculosa masih sering dijumpai di Indonesia, pada anak dan orang dewasa. Meningitis tuberculosa terjadi akibat komplikasi penyebab tuberculosis primer, biasanya dari paru paru. Meningitis bukan terjadi karena terinpeksi selaput otak langsung penyebaran hematogen, tetapi biasanya sekunder melalui pembentukan tuberkel pada permukaan otak, sumsum tulang belakang atau vertebra yang kemudian pecah kedalam rongga archnoid. Tuberkulosa ini timbul karena penyebaran mycobacterium tuberculosa. Pada meningitis tuberkulosa dapat terjadi pengobatan yang tidak sempurna atau pengobatan yang terlambat. Dapat terjadi cacat neurologis berupa parase, paralysis sampai deserebrasi, hydrocephalus akibat sumbatan , reabsorbsi berkurang atau produksi berlebihan dari likour serebrospinal. Anak juga bias menjadi tuli atau buta dan kadang kadang menderita retardasi mental.
2.    Meningitis Purulenta Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak dan medula spinalis. Penyebabnya antara lain : Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa. Meningitis purulenta pada umumnya sebagai akibat komplikasi penyakit lain. Kuman secara hematogen sampai keselaput otak; misalnya pada penyakit penyakit faringotonsilitis, pneumonia, bronchopneumonia, endokarditis dan lain lain. Dapat pula sebagai perluasan perkontinuitatum dari peradangan organ / jaringan didekat selaput otak, misalnya abses otak, otitis media, mastoiditis dan lain lain.

 

D.   Manifestasi Klinis
·      Pada awal penyakit, kelelahan, perubahan daya mengingat, perubahan tingkah laku.
·      Sesuai dengan cepatnya perjalanan penyakit pasien menjadi stupor.
·      Sakit kepala
·      Sakit-sakit pada otot-otot
·      Reaksi pupil terhadap cahaya. Photofobia apabila cahaya diarahkan pada mata pasien
·      Adanya disfungsi pada saraf III, IV, dan VI
·      Pergerakan motorik pada masa awal penyakit biasanya normal dan pada tahap lanjutan bisa terjadi hemiparese, hemiplegia, dan penurunan tonus otot.
·      Refleks Brudzinski dan refleks Kernig (+) pada bakterial meningitis dan tidak terdapat pada virus meningitis.
·      Nausea
·      Vomiting
·      Demam
·      Takikardia
·      Kejang yang bisa disebabkan oleh iritasi dari korteks cerebri atau hiponatremia
·      Pasien merasa takut dan cemas.

CHILDREN AND ADOLESCENT
Ø  Sakitnya tiba-tiba, adanya demam, sakit kepala, panas dingin, muntah, kejang-kejang
Ø  Anak menjadi irritable dan agitasi dan dapat  berkembang photopobia, delirium, halusinasi, tingkah laku yang agresif atau mengantuk stupor dan koma
Ø  Gejala pada respiratory atau gastrointestinal
Ø  Adanya tahanan pada kepala jika difleksikan
Ø  Kekakuan pada leher (Nuchal Rigidity) àUpaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher.
Ø  Tanda kernig dan brudzinki (+)
§  Tanda kernik positip: ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadan fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna.
§  Tanda brudzinki : bila leher pasien di fleksikan maka dihasilkan fleksi lutut dan pinggul. Bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi maka gerakan yang sama terlihat peda sisi ektremita yang berlawanan.
Ø  Kulit dingin dan sianosis
Ø  Peteki / adanya purpura pada kulit à infeksi meningococcus (meningo cocsemia)
Ø  Keluarnya cairan dari telinga à meningitis peneumococal
Ø  Congenital dermal sinus à infeksi E. Colli
 
INFANT AND CHILDREN
Ø  Manifestasi klinisnya biasanya tampak pada anak umur 3 bulan sampai 2 tahun
Ø  Adanya demam, nafsu makan menurun, muntah, iritabel, mudah lelah dan kejang-kejang, dan menangis meraung-raung.
( Kejang akibat area fokal kortikal yang peka dan peningkatan TIK akibat eksudat purulen dan edema serebral dengan tanda-tanda perubahan karakteristik tanda-tanda vital (melebarnya tekanan pulsa dan bradikardi), pernafasan tidak teratur, sakit kepala, muntah dan penurunan tingkat kesadaran).
Ø  Fontanel menonjol
Ø  Nuchal Rigidity à tanda-tanda brudzinki dan kernig dapat terjadi namun lambat

NEONATUS
Ø  Sukar untuk diketahui à manifestasinya tidak jelas dan tidak spesifik
à ada kemiripan dengan anak yang lebih tua, seperti:
§  Menolak untuk makan
§  Kemampuan menelan buruk
§  Muntah dan kadang-kadang ada diare
§  Tonus otot lemah, pergerakan melemah dan kekuatan menangis melemah
§  Hypothermia/demam, joundice, iritabel, mengantuk, kejang-kejang, RR yang tidak teratur/apnoe, sianosis dan kehilangan BB.
§  Ketegangan , fontanel menonjol mungkin ada atau tidak
§  Leher fleksibel
§  Kolaps kardiovaskuler, kejang-kejang dan apnoe terjadi bila tidak diobati/ditangani

E.   Patofisiologi
Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari orofaring dan diikuti dengan septikemia, yang menyebar ke meningen otak dan medula spinalis bagian atas. Faktor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur bedah saraf baru, trauma kepala dan pengaruh imunologis. Saluran vena yang melalui nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan saluran mastoid menuju otak dan dekat saluran vena-vena meningen; semuanya ini penghubung yang menyokong perkembangan bakteri.
Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi radang di dalam meningen dan di bawah korteks, yang dapat menyebabkan trombus dan penurunan aliran darah serebral. Jaringan serebral mengalami gangguan metabolisme akibat eksudat meningen, vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar sampai dasar otak dan medula spinalis. Radang juga menyebar ke dinding membran ventrikel serebral. Meningitis bakteri dihubungkan dengan perubahan fisiologis intrakranial, yang terdiri dari peningkatan permeabilitas pada darah, daerah pertahanan otak (barier oak), edema serebral dan peningkatan TIK.
Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjadi meningitis. Infeksi terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan adrenal, kolaps sirkulasi dan dihubungkan dengan meluasnya hemoragi (pada sindromWaterhouse-Friderichssen) sebagai akibat terjadinya kerusakan endotel dan nekrosis pembuluh darah yang disebabkan oleh meningokokus

F.    Penatalaksanaan
a.    Medik
 Meningitis dapat diobati dengan obat anti jamur, seperti:
·         Flukonazol : berbentuk pil atau suntikan dalam pembuluh darah (intravena/IV)
·         Itrakonazol     : dipakai pada orang yang tidak tahan dengan flukonazol.
·         Amfoterisin B : obat yang sangat manjur, tetapi obat ini dapat merusak ginjal, obat ini disuntikkan atau diinfus secara perlahan, memiliki efek samping yang parah tetapi dapat dikurangi dengan memakai obat semacam ibuprofen. (Yayasan Spiritia., 2006)
b.    Diet
Diet yang diberikan adalah energi tinggi, protein tinggi (ETPT) atau TKTP. Diet ETPT mengandung energi dan protein di atas kebutuhan normal.
Tujuan diet:
v  Memenuhi kebutuhan energi dan protein yang meningkat untuk mencegah dan mengurangi kerusakan jaringan tubuh.
v  Menambah berat badan sehingga mencapai berat badan normal.
Syarat diet:
v  Energi tinggi , yaitu 40-45 Kkal/Kgbb
v  Protein tinggi, yaitu 2,0-2,5 gr/Kgbb
v  Lemak cukup, 15-25 % dari kebutuhan energi total.
v  Karbohidrat cukup, yaitu sisa dari kebutuhan energi total.
v  Vitamin dan mineral cukup, sesuai dengan kebutuhan normal.
v  Makanan diberikan dalam bentuk mudah cerna sesuai kebutuhan dan kondisi pasien.
Diet yang diberikan:
v Diet ETPT I
-          Energi 2.600 Kkal
-          Protein 100 gr ( 2 gr/Kgbb)
v Diet ETPT II
-          Energi 3.000 Kkal
-          Protein 125 gr ( 2,5 gr/ Kgbb)

G.   Komplikasi
v  Hidrosefalus obstruktif.
v  MeningococcL Septicemia ( mengingocemia ).
v  Sindrome water-friderichen (septik syok, DIC,perdarahan adrenal bilateral).
v  SIADH ( Syndrome Inappropriate Antidiuretic hormone ).
v  Efusi subdural.
v  Kejang.
v  Edema dan herniasi serebral.
v  Cerebral palsy.
v  Gangguan mental.
v  Gangguan belajar.
v  Attention deficit disorder

H.   Pemeriksaan Penunjang
a.    Pemeriksaan Laboratorium
ü  Pungsi lumbal
§  Warna mengabur sampai keruh (tergantung sifat eksudat)
§  Tekanan cairan serebrospinal meningkat
§  Jumlah sel meningkat (100- 60.000) pada kausa bakteri didominasi oleh sel polimorfonuklear).
§  Reaksi pandi (+), Nonne- Apelt (+).
§  Protein meningkat : 35 mg%
§  Kadar gula turun: 40 mg% (bisa sampai 0 ). Kadar  gula CSS. Normal = separo kadar gula darah).
§  Kultur : bila prosedur baik 90% biakan positif.
§  Khusus untuk meningitis tuberkulosis kultur dilakukan 2 kali yaitu setelah 3-4 hari pengobatan dilakukan oleh kultur ulangan hasil positif sulit diperoleh.
ü  Darah
·         AL normal atau meningkat tergantung etiologi.
·         Hitung jenis didominasi sel polimorfonuklear atau limfosit
·         Kultur 80-90% , untuk TBC 2% (+).
ü  Pemeriksaan lengkap
·         CRP darah dan cairan  serebrospinalis
·         Peningkatan kadar laktat cairan cerebrospinalis
·         Penurunan pH cairan cerebrospinalis
·         LDH, CPK, GOT.
·         Khusus kasus TBC :
Ø  Kurasan lambung.
Ø  Takahashi, PAP,Imuzim.
Ø  Uji PPD, BCG, Ro Thorax
Ø  CT scan kepala (kalau ada indikasi khusus sepeerti hidrosephalus)
Ø  Funduskopi untuk melihat tuberkel di retina.
b.    Radiologi
Ø  CT Scan/MRI : melihat lokasi lesi, ukuran ventrikel, hematom, hemoragik
Ø  Rontgent kepala : mengindikasikan infeksi intrakranial

I.      Diagnosis / Kriteria Diagnosis Medik
Diagnostik meningitis tidak dapat dibuat berdasarakan gejala klinis. Diagnosis pasti hanya dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan cairan serebrospinal melalui lumbal pungsi. Cairan serebrospinal biasanya mengalami peningkatan, umumnya berwarna opalesen sampai keruh, reaksi nonne dan pandy akan positif. Tekanan cairan diukur dan cairannya diambil untuk kultur, pewarnaan gram, hitung jenis, serta menentukkan kadar glukosa dan protein. Kultur pewarnaan gram dibutuhkan untuk menentukkan kuman penyebab.

J.    Pencegahan
Kebersihan menjadi kunci utama proses pencegahan terjangkit virus atau bakteri penyebab meningitis. Ajarilah anak-anak dan orang-orang sekitar untuk selalu cuci tangan, terutama sebelum makan dan setelah dari kamar mandi. Usahakan pula untuk tidak berbagi makanan, minuman atau alat makan, untuk membantu mencegah penyebaran virus. Selain itu lengkapi juga imunisasi si kecil, termasuk vaksin-vaksin seperti HiB, MMR, dan IPD. ( Japardi, Iskandar., 2002 ) .Pada orang dewasa, vaksin mengingokokus yang telah diijinkan di Amerika Serikat dapat diggunakan sebagai pencegahan. Vaksin ini mencakup polisakarida grup A,C, W135 dan Y.

1.    Imunisasi
Vaksin meningococcus sangat penting untuk epidemis controlling di Negara ketiga dimana selalu terdapat infeksi meningococcus group A, dengan epidemi setiap beberapa tahun. Imunitas yang didapat tidak bertahan selamanya, dan akan berkurang dalam 3-5 tahun setelah vaksinasi. Polisakarida grup C menghasilkan respon immun yang lebih rendah dibandingkan dengan polisakarida grup A, dan mempunyai efek immunogenic yang amat rendah pada anak dibawah usia 2 tahun. Immunoprofilaksis terhadap infeksi meningococcus menggunakan vaksin polisakarida quadrivalent (seregrup A, C, Y dan W 135). Pada infant, hanya komponen vaksin meningococcus grup A yang menghasilkan protektif antibodi.
Vaksinasi hanya direkomendasikan untuk individu dengan resiko tinggi, termasuk pengunjung negara dengan penyakit hiperendemik atau epidemik, pada keadaan ledakan yang disebabkan oleh serogrup yang terdapat dalam vaksin, orang-orang dalam barak militer, dan orang-orang dengan resiko tinggi berupa defisiensi komponen terminal komplemen serta individu yang telah mengalami splenectomy. Pada negara berkembang, penyebab infeksi meningococcus adalah dari serogrup B. Kapsul polisakarida dari organisme ini mempunyai immunogenisitas yang sangat rendah, sebab anti-B polisakarida antibodi tidak bersifat bakterisidal di dalam komplemen manusia. Untuk meningkatkan immunogenisitas dari polisakaridal serogrup B, telah dikembangkan suatu polisakarida protein conjugate vaksin yang serupa dengan conjugate vaksin haemophilus influenzae type B.
2.    Saat ini terdapat 3 macam conjugate vaksin yaitu:
a.    HbOC, dimana protein carrier berasal dari non toksigenik mutant darictoksin diphteria yang berikatan dengan rantai pendek oligosaccharida/OC dari polyribosylribitolphospate/PRP kasul polisakarida haemophilus influenzae tipe B.
b.    PRP-OMP, conjugate vaksin yang berisi outer membrane proteins dari N. Meningitidis/OMP, yang berikatan dengan rantai PRP polymer
c.    PRP-D, berisi toksoid diphteria yang berikatan dengan rantai sedang PRP polymer
Berdasarkan rekomendasi dari Immunization Practice Advisory Committee (1991) dan Committee on Infectious Disease of the American Academy of Pediatrics (1991), penggunaan vaksin tersebut adalah sabagai berikut:
1)    Seluruh bayi di imunisasi Hib conjugate vaksin (Hb-OC atau PRP-OMP), dimulai pada usia 2 bulan. Pemberian dari vaksin dimulai sat 6 minggu. Pemberian imunisasi dapat bersamaan dgnjadwal imunisasi lain seperti DPT, Polio dan MMR. Vaksin diberikan secara intramuskular pada tempat yang berbeda dengan menggunakan syringe yang berbeda.
2)    Bila menggunakan Hb-OC, pada infant usia 2-6 bulan diberikan 3 dosis dengan selang paling sedikit 2 bulan. Infant usia 7-11 bulan diberikan 2 dosis dengan selang paling sedikit 2 bulan sebelum mencapai usia 15 bulan. Booster diberikan saat usia 15 bulan paling sedikit 2 bulan setelah dosis terakhir. Bila menggunakan PRP-OMP, pada infant usia 2-6 bulan diberikan 2 dosis degan selang 2 bulan, dan booster diberikan saat berusia 12 bulan. Anak usia 7-11 bulan diberikan 2 dosis dengan selang 2 bulan, sedangkan anak usia 12-14 bulan diberikan single dose, pada kedua kelompok tersebut booster diberikan saat usia 15 bulan, paling sedikit 2 bulan setelah dosis terakhir. Pada kelompok usia dewasa diberikan single dose secara subcutan. Vaksinasi ini memberikan perlindungan terhadap penyakit sebesar 90%, tetapi tidak cukup potent untuk mengurangi kasus carrier.

K.   Prognosis
Mortalitis tergangtung pada virulensi kuman penyebab, daya tahan tubuh pasien, terlambat atau cepatnya mendapat pengobatan yang tepat dan pada cara pengobatan dan perawatan yang diberikan. Pasien yang parah dan dengan kombinasi adanya demam, dehidrasi, alkalosis dan edema serebral memungkinkan terjadinya kejang. Obstruksi jalan nafas, henti nafas, atau disritmia jantung dapat terjadi, sehingga intervensi keperawatan harus bekerjasama dengan dokter.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A.   Tinjauan Kasus
1.    Biodata klien.
2.    Keluhan utama
Kejang,
3.    Riwayat penyakit yang menyertai sekarang
Ada menderita demam, flu dan batuk. Dimana kejang dimulai dan bagaimana menjalarnya. Sesudah kejang perlu ditanyakan apakah penderita segera sadar, tertidur, kesadaran menurun, ada paralise, menangis dan sebagainya? Seperti Kejang (pada saat kejang mata melirik ke atas, kejang pada seluruh badan, setelah kejang klien sadar dan menangis pada saat kejang keluar buih lewat mulut).
4.    Riwayat penyakit keluarga
Adakah anggota keluarga yang menderita kejang (+ 25 % penderita kejang demam mempunyai faktor turunan). Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit syaraf atau lainnya ? Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ISPA, diare atau penyakit infeksi menular yang dapat mencetuskan terjadinya kejang demam.
5.    Riwayat kehamilan dan persalinan
Kedaan ibu sewaktu hamil per trimester, apakah ibu pernah mengalami infeksi atau sakit panas sewaktu hamil. Riwayat trauma, perdarahan per vaginam sewaktu hamil, penggunaan obat-obatan maupun jamu selama hamil. Riwayat persalinan ditanyakan apakah sukar, spontan atau dengan tindakan ( forcep/vakum ), perdarahan ante partum, asfiksi dan lain-lain. Keadaan selama neonatal apakah bayi panas, diare, muntah, tidak mau menetek, dan kejang-kejang.
6.    Status imunisasi
BCG, DPT, Polio, Tt, Hepatitis, dlln.
7.    Status nutrisi
ASI, Susu Pengganti, BB, PB, LiLa, dlln.
8.    Riwayat perkembangan
Ditanyakan kemampuan perkembangan meliputi :
Personal sosial (kepribadian/tingkah laku sosial) : berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan lingkungannya. Gerakan motorik halus : berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil dan memerlukan koordinasi yang cermat, misalnya menggambar, memegang suatu benda, dan lain-lain. Gerakan motorik kasar : berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh. Bahasa : kemampuan memberikan respon terhadap suara, mengikuti perintah dan berbicara spontan. Pada saat ini apakah anak memasuki masa perkembangan? basic trust Vs Mistrust (dimana rasa percaya anak kepada lingkungan terbentuk karena perlakuan yang ia rasakan).
9.    Data Psikososial
Ibu mengungkapkan bahwa ia menerima keadaan anaknya, dan berharap agar anaknya bisa cepat sembuh dan pulang berkumpul bersama dengan keluarga serta kakak klien. Ibu dan nenek klien selalu menunggui klien dan hanya pada hari minggu ayah dan kakak klien datang mengunjungi klien, karean harus bekerja dan sekolah.
10. Riwayat Sosial
Untuk mengetahui perilaku anak dan keadaan emosionalnya perlu dikaji siapakah yanh mengasuh anak ? Bagaimana hubungan dengan anggota keluarga dan teman sebayanya ?
11. Riwayat kesehatan yang lalu
    • Apakah pernah menderita penyakit ISPA dan TBC ? Pengkajian penyakit yang pernah dialami pasien yang memungkinkan adanya hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkah pasien mengalami infeksi jalan napas bagian atas, otitis media, mastoiditis, tindakan bedah saraf, riwayat trauma kepala dan adanya pengaruh immunologis pada masa sebelumnya. Riwayat sakit TB paru perlu ditanyakan pada pasien terutama apabila ada keluhan batuk produktif dan pernah menjalani pengobatan obat anti TB yang sangat berguna untuk mengidentifikasi meningitis tuberculosa
    • Apakah pernah jatuh atau trauma kepala ?
    • Pernahkah operasi daerah kepala ?
    • Penyakit Sebelumnya ?

B.   Pengkajian
1.    Aktivitas / istirahat ;
Malaise, aktivitas terbatas, ataksia, kelumpuhan, gerakan involunter, kelemahan, hipotonia
2.    Sirkulasi ;
Riwayat endokarditis, abses otak, TD meningkat, tekanan nadi berat, takikardi dan disritmia pada fase akut
3.    Makanan / cairan :
Anorexia, kesulitan menelan, muntah, turgor kulit jelek, mukosa kering
4.    Higiene :
Tidak mampu merawat diri.
5.    Neurosensori ;
Sakit kepala, parsetesia, kehilangan sensasi, “Hiperalgesia”meningkatnya rasa nyeri, kejang, gangguan penglihatan, diplopia, fotofobia, ketulian, halusinasi penciuman, kehilangan memori, sulit mengambil keputusan, afasia, pupil anisokor, hemiparese, hemiplegia, tanda”Brudzinski”positif, refleks abdominal menurun, refleks kremasterik hilang pada laki-laki, refleks babinski posistif.
6.    Nyeri / kenyamanan :
Sakit kepala hebat, kaku kuduk, nyeri gerakan okuler, fotosensitivitas, nyeri tenggorokan, gelisah, mengaduh/mengeluh.
7.    Pernafasan :
Riwayat infeksi sinus atau paru, pernapasan cepat / meningkat, letargi dan gelisah.
8.    Keamanan :
Riwayat mastoiditis, otitis media, sinusitis, infeksi pelvis, abdomen atau kulit, pungsi lumbal, pembedahan, fraktur cranial, anemia sel sabit, imunisasi yang baru berlangsung, campak, chiken pox, herpes simpleks. Demam, menggigil, rash, gangguan sensasi.
9.    Penyuluhan / pembelajaran :
Riwayat hipersensitif terhadap obat, penyakit kronis, diabetes mellitus.

C.   Diagnosa Keperawatan
1.    Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan peningkatan tekanan intracranial
Tujuan
Ø  Pasien kembali pada, keadaan status neurologis sebelum sakit
Ø  Meningkatnya kesadaran pasien dan fungsi sensoris
Kriteria Hasil
Ø  Tanda-tanda vital dalam batas normal
Ø  Kesadaran meningkat
Ø  Adanya peningkatan kognitif dan tidak ada atau hilangnya tanda-tanda tekanan intrakranial yang meningkat
Intervensi
a.     Pasien bed rest total dengan posisi tidur terlentang tanpa bantal. Rasional; Perubahan pada tekanan intakranial akan dapat meyebabkan resiko untuk terjadinya herniasi otak
b.     Monitor tanda-tanda status neurologis dengan GCS. Rasional; Dapat mengurangi kerusakan otak lebih lanjut
c.      Monitor intake dan output. Rasional; Pada keadaan normal autoregulasi mempertahankan keadaan tekanan darah sistemik berubah secara fluktuasi. Kegagalan autoreguler akan menyebabkan kerusakan vaskuler cerebral yang dapat dimanifestasikan dengan peningkatan sistolik dan diikuti oleh penurunan tekanan diastolik. Sedangkan peningkatan suhu dapat menggambarkan perjalanan infeksi.
d.     Monitor tanda-tanda vital seperti TD, Nadi, Suhu, Respirasi dan hati-hati pada hipertensi sistolik. Rasional; hipertermi dapat menyebabkan peningkatan IWL dan meningkatkan resiko dehidrasi terutama pada pasien yang tidak sadar, nausea yang menurunkan intake per oral
e.     Bantu pasien untuk membatasi gerak atau berbalik di tempat tidur. Berikan cairan perinfus dengan perhatian ketat. Rasional; Aktifitas ini dapat meningkatkan tekanan intrakranial dan intraabdomen. Mengeluarkan napas sewaktu bergerak atau merubah posisi dapat melindungi diri dari efek valsava.
f.       Monitor AGD bila diperlukan pemberian oksigen. Rasional: Meminimalkan fluktuasi pada beban vaskuler dan tekanan intrakranial, vetriksi cairan dan cairan dapat menurunkan edema cerebral.
g.     Berikan terapi sesuai advis dokter seperti: Steroid, Aminofel, Antibiotika. Rasional; Adanya kemungkinan asidosis disertai dengan pelepasan oksigen pada tingkat sel dapat menyebabkan terjadinya iskhemik serebral. Terapi yang diberikan dapat menurunkan permeabilitas kapiler. Menurunkan edema serebri. Menurunka metabolik sel / konsumsi dan kejang.

2.    Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan perubahan tingkat kesadaran, akumulasi sekret.
Tujuan
Diharapkan jalan nafas kembali efektif.
Kriteria Hasil
Ø  Melaporkan tidak mengalami sesak.
Ø  Frekuensi pernafasan 16-20 x/ menit.
Ø  Tidak menggunakan otot bantu pernafasan.
Ø  Ronchi (-/-)
Ø  Mengi (-/-)
Ø  Mendemontrasikan cara batuk efektif.
Intervensi
a.    Kaji ulang fungsi paru, adanya nafas tambahan, perubahan irama dan kedalaman, penggunaan otot-otot tambahan. Perhatikan warna dan kekentalan sputum. Rasional; Memantau dan mengaatsi komplikasi potensial. Pengkajian fungsi pernafasan dengan interval yang teratur adalah penting karena pernafasan yang tidak efektif dan adanya kegagalan, akibat adanya kelamahan atau paralisis pada otot-otot interkostal dan diafragma berkembang dengan cepat.
b.    Ajarkan cara batuk efektif. Rasional; Klien berada pada risiko tinggi apabila tidak dapat melakukan batuk efektif untuk membersihkan jalan nafas dan mengalami kesulitan menelan, sehingga menyebabkan aspirasi saliva dan mencetuskan gagal nafas akut.
c.    Lakukan fisioterapi dada; vibrasi dada. Rasional; Terapi fisik dada membantu meningkatkan batuk lebih efektif
d.    Penuhi hidrasi cairan via oral seperti minum air putih dan pertahankan asupan cairan 2.500 ml/hari. Rasional; Pemenuhan cairan dapat mengencerkan mukus yang kental dan dapat membantu pemenuhan cairan yang banyak keluar dari tubuh.
e.    Lakukan penghisapan lendir di jalan nafas. Rasional; Penghisapan mungkin diperlukan untuk mempertahankan kepatenan jalan nafas menjadi bersih

3.    Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan perubahan tingkat kesadaran, defresi pusat nafas diotak.
Tujuan
Diharapkan Pola Napas Efektif/teratur
Kriteria Hasil
Ø  Dapat mempertahankan oksigenasi
Ø  Memiliki suara napas normal
Intervensi
a.    Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan dan ekspansi paru. Rasional; Kecepatan biasaya meningkat. Dispenia dan terjadi peningkatan kerja napas.
b.    Auskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi napas tambahan. Rasional; Bunyi napas menurun/tak ada bila jalan napas obstruksi sekunder terhadap perdarahan.
c.    Tinggikan posisi kepala tempat tidur klien, posisi miring sesuai indikasi. Rasional; Untuk memudahkan ekspansi paru/ventilasi paru dan menurunkan adanya lidah jatuh pada jalan napas.
a.    Anjurkan klien untuk melakukan napas dalam yang efektif jika pasien sadar. Rasional; Mencegah/menurunkan atelektasis.
d.    Kolaborasi, dalam pemberian Oksigenasi. Rasional; Memaksimalkan oksigen pada darah arteri dan membantu pencegahan

4.    Nyeri berhubungan dengan iritasi meningen
Tujuan
Diharapkan keluhan nyeri berkurang
Kriteria Hasil
Ø  Melaporkan nyeri berkurang, skala nyeri 1-3 dari 10 skala nyeri.
Ø  Tanda-tanda vital dalam batas normal, suhu : 36-37,5 °C, nadi : 60-100 x/menit, RR: 16-20 x/menit, TD: 100-120 mmHg.
Ø  Wajah klien tampak rileks.
Intervensi
a.    Kaji ulang nyeri klien (PQRST). Rasional; Memantau dan memberikan gambaran umum mengenai karakteristik nyeri klien dan indikator dalam melakukn intervensi selanjutnya.
b.    Usakan menciptakan lingkungan yang aman dan tenang. Rasional; Menurunkan reaksi terhadap rangsangan eksternal atau kesensitifan terhadap cahaya dan menganjurkan klien untuk beristirahat.
c.    Lakukan metode penatalaksanaan nyeri : relaksasi progresif, distraksi, dan nafas dalam. Rasional; Membantu menurunkan stimulasi sensasi nyeri.
d.    Lakukan latihan gerak aktif dan pasif sesuai kondisi dengan lembut dan hati-hati. Rasional; Membantu relaksasi otot-otot yang tegang dan dapat menurunkan nyeri/ rasa tidak nyaman.
e.    Kolaborasi: berikan analgetik sesuai indikasi. Rasional; Mungkin diperlukan untuk menurunkan rasa sakit. Catatan: narkotika merupakan kontraindikasi karena berdampak pada status neurologis sehingga menyulitkan pengkajian.

5.    Hipertermi berhubungan dengan reaksi peradangan.
Tujuan
Diharapkan suhu tubuh dalam rentang normal.
Kriteria Hasil
Ø  Tanda-tanda vital dalam batas normal, suhu : 36-37,5 °C, nadi : 60-100 x/menit, RR: 16-20 x/menit, TD: 100-120 mmHg.
Ø  Tidak terdapat kemerahan pada kulit.
Intervensi
a.    Kaji ulang suhu tubuh klien. Rasional; Memantau dan memberikan gambaran umum mengenai karakteristik nyeri klien dan indikator dalam melakukn intervensi selanjutnya.
b.    Berikan kompres hangat. Rasional; Mengurangi panas dengan memindahkan panas secara konduksi. Air hangat dapat mengontrol pemindahan panas secara perlahan tanpa menyebabkan hipotermi atau menggigil.
c.    Berikan/ anjurkan pasien untuk banyak minum 1.500-2.000 cc/ hari ( sesuai yang ditoleransi ). Rasional; Mengganti cairan tubuh yag hilang akibat evaporasi.
d.    Anjurkan  pasien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan mudah menyerap keringat. Rasional; Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis mudah menyerap keringat dan tidak merangsang peningkatan suhu tubuh.
e.    Observasi intake dan output , tanda-tanda vital ( suhu, nadi, pernafasan, tekanan darah ) setiap 3 jam atau sesuai indikasi. Rasional; Mendeteksi dini kekurangan cairan serta mengetahui keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh. Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
f.     Kolaborasi: pemberian cairan intravena dan pemberian obat sesuai  indikasi.

6.    Resiko terjadi kejang ulang berhubungan dengan hipertermi.
Tujuan
Ø  Klien tidak mengalami kejang selama berhubungan dengan hiperthermi
Kriteria Hasil
a.     Tidak terjadi serangan kejang ulang.
b.     Suhu 36,5 – 37,5 º C (bayi), 36 – 37,5 º C (anak)
c.      Nadi 110 – 120 x/menit (bayi)
d.     100-110 x/menit (anak)
e.     Respirasi 30 – 40 x/menit (bayi)
f.       24 – 28 x/menit (anak)
g.     Kesadaran composmentis
Intervensi
a.    Longgarkan pakaian, berikan pakaian tipis yang mudah menyerap keringat. Rasional; proses konveksi akan terhalang oleh pakaian yang ketat dan tidak menyerap keringat.
b.    Berikan kompres dingin. Rasional; perpindahan panas secara konduksi.
c.    Berikan ekstra cairan (susu, sari buah, dll). Rasional; saat demam kebutuhan akan cairan tubuh meningkat.
d.    Observasi kejang  dan tanda vital tiap 4 jam. Rasional; Pemantauan yang teratur menentukan tindakan yang akan dilakukan.
e.    Batasi aktivitas selama anak panas. Rasional; aktivitas dapat meningkatkan metabolisme dan meningkatkan panas.
f.     Berikan anti piretika dan pengobatan sesuai advis. Rasional; Menurunkan panas pada pusat hipotalamus dan sebagai propilaksis.

7.    Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake tidak adekuat: mual muntah
Tujuan
Diharapkan kekurangan volume cairan tidak terjadi
Kriteria Hasil
Ø  Turgor kulit elastis.
Ø  Volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan dan haluaran.
Ø  Tanda-tanda vital dalam batas normal, suhu : 36-37,5 °C, nadi : 60-100 x/menit, RR: 16-20 x/menit, TD: 100-120 mmHg.
Intervensi
a.    Pantau pemasukan dan pengeluaran. Hitung keseimbangan cairan. Rasional; Evaluator langsung status cairan.
b.    Evaluasi turgor kulit, kelembaban membran mukosa. Rasional; Indikator langsung status cairan / perbaikan ketidakseimbangan.
c.    Pantau TTV. Rasional; Kekurangan volume cairan mungkin dimanifestasikan oleh bradikardi, karena jantung mencoba untuk mempertahankan curah jantung.
d.    Kaji ulang kebutuhan cairan. Buat jadwal 24 jam dan rute yang digunakan. Rasional; Kebutuhan cairan tergantung pada situasi, cairan dibatasi atau diberikan terus. Pemberian informasi melibatkan pasien dan pembuat jadwaldengan kesukaan individu dan meningkatkan rasa terkontrol dan kerja sama dalam program.
e.    Pantau kadar elektrolit darah, urea nitrogen darah, urine dan serum, osmolalitas, kreatinin, hematokrit dan hemoglobin. Rasional; Indikator untuk mengetahui kekurangan volume cairan.
f.     Timbang BB setiap hari. Rasional; Perubahan BB tiba – tiba dicurigai kehilangan volume cairan.

8.    Resiko terjadinya injuri sehubungan dengan adanya kejang, perubahan status mental dan penurunan tingkat kesadaran
Tujuan
Pasien bebas dari injuri yang disebabkan oleh kejang dan penurunan kesadaran
Kriteria Hasil
Klien bebas dari resiko injuri
Intervensi
a.    Monitor kejang pada tangan, kaki, mulut dan otot-otot muka lainnya. Rasional; Gambaran tribalitas sistem saraf pusat memerlukan evaluasi yang sesuai dengan intervensi yang tepat untuk mencegah terjadinya komplikasi.
b.    Persiapkan lingkungan yang aman seperti batasan ranjang, papan pengaman, dan alat suction selalu berada dekat pasien. Rasional; Melindungi pasien bila kejang terjadi.
c.    Pertahankan bedrest total selama fase akut. Rasional; Mengurangi resiko jatuh / terluka jika vertigo, sincope, dan ataksia terjadi.
d.    Kolaborasi dalam pemberikan terapi sesuai advis dokter seperti; diazepam, phenobarbital, dll. Rasional; Untuk mencegah atau mengurangi kejang. Catatan : Phenobarbital dapat menyebabkan respiratorius depresi dan sedasi.

9.    Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual dan muntah.
Tujuan
Diharapkan  ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh tidak terjadi
Kriteria Hasil
Ø  Intake nutisi adekuat.
Ø  Peningkatan berat badan.
Ø  Kadar Hb dan albumin dalam batas normal.
Intervensi
a.    Kaji ulang kemampuan klien dalam menelan, batuk , dan adanya sekret. Rasional; Menentukan kemampuan menelan klien dan mencegah risiko aspirasi.
b.    Auskultasi bising usus , amati penurunan atau hiperaktivitas usus. Rasional; Fungsi gastrointestinal bergantung pada kerusakan otak. Bising usus menentukan respon pemberian makanan atau terjadinya komplikasi misalnya ileus.
c.    Timbang berat badan sesuai indikasi. Rasional; Mengevaluasi efektivitas dari asupan makanan.
d.    Berikan makanan dalam porsi kecil dan frekuensi yang set\ring, sajikan makanan dalam keadaan hangat, lingkungan yang tenang. Rasional; Meningkatkan intake nutrisi, klien dapat berkonsentrasi makan tanpa adanya distraksi dari luar.
e.    Kolaborasi: berikan obat antiemetik sesuai indikasi. Rasional; Membantu menurunkan mual.

10. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kesadaran, kerusakan neuromuskular, penurunan kekuatan otot.
Tujuan
Diharapkan terjadi peningkatan kemampuan fisik
Kriteria Hasil
Ø  Skala ketergantungan meningkat menjdi bantuan minimal.
Ø  Tidak terjadi kontraktur.
Intervensi
a.    Tinjau kemampuan fisik dan kerusakan yang terjadi. Rasional; Mengudentifikasi kerusakan fungsi dan menentukan pilihn intervensi.
b.    Kaji tingkat imobilisasi, gunakan skala tingkat ketergantungan. Rasional; Tingkat ketergantungan minimal , memerlukan bantuan sebagian, dan memerlukan bentuan penuh atau total karena berisiko pada klien sehingga memerlukan pengawasan yang khusus dari petugas.
c.    Berikan perubahan yang teratur pada klien. Rasional; Perubahan posisi teratur dapat mendistribusikan berat badan secara menyeluruh dan memfasilitasi peredaran darah serta mencegah dekubitus.
d.    Pertahankan kesejajaran tubuh yang adekuat. Rasional; Mempercepat pengembalian funsi tubuh.
e.    Berikan latihan ROM pasif jika sudah bebas panas dan kejang. Rasional; Mencegah terjadinya kontraktur atau fotdrop.

11. Kurangnya pengetahuan keluarga sehubungan keterbataaan informasi
Tujuan
Pengetahuan keluarga bertambah tentang penyakit anaknya
Kriteria Hasil
a.    Keluarga tidak sering bertanya tentang  penyakit anaknya.
b.    Keluarga mampu diikutsertakan dalam proses keperawatan.
c.    Keluarga mentaati setiap proses keperawatan
Intervensi
a.     Kaji tingkat pengetahuan keluarga. Rasional; Mengetahui sejauh mana pengetahuan yang dimiliki keluarga dan kebenaran informasi yang didapat.
b.     Beri penjelasan kepada keluarga sebab dan akibat kejang. Rasional; Penjelasan tentang kondisi yang dialami dapat membantu menambah wawasan keluarga.
c.      Jelaskan setiap tindakan perawatan yang akan dilakukan. Rasional; Agar keluarga mengetahui tujuan setiap tindakan perawatan.
d.     Berikan Health Education tentang cara menolong anak kejang dan mencegah kejang, antara lain :
o    Jangan panik saat kejang
o    Baringkan anak ditempat rata dan lembut.
o    Kepala dimiringkan.
o    Pasang gagang sendok yang telah dibungkus kain yang basah, lalu dimasukkan ke mulut.
o    Setelah kejang berhenti dan pasien sadar segera minumkan obat tunggu sampai keadaan tenang.
o    Jika suhu tinggi saat kejang lakukan kompres dingin dan beri banyak minum
Rasional; Sebagai upaya alih informasi dan mendidik keluarga agar mandiri dalam mengatasi masalah kesehatan.
e.     Berikan Health Education agar selalu sedia obat penurun panas, bila anak panas. Rasional; Mencegah peningkatan suhu lebih tinggi dan serangan kejang ulang.
f.       Jika anak sembuh, jaga agar anak tidak terkena penyakit infeksi dengan menghindari orang atau teman yang menderita penyakit menular sehingga tidak mencetuskan kenaikan suhu. Rasional; Sebagai upaya preventif serangan ulang.
g.     Beritahukan keluarga jika anak akan mendapatkan imunisasi agar memberitahukan kepada petugas imunisasi bahwa anaknya pernah menderita kejang demam. Rasional; Imunisasi pertusis memberikan reaksi panas yang dapat menyebabkan kejang demam.

D.   Implementasi Keperawatan
Implementasi yang akan dilakukan adalah sesuai dengan intervensi keperawatan

E.   Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan yang diharapkan pada pasien anak dengan kasus meningitis adalah:
1.    Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan peningkatan tekanan intracranial
a.    Tanda-tanda vital dalam batas normal, Kesadaran meningkat
b.    Adanya peningkatan kognitif dan tidak ada atau hilangnya tanda-tanda tekanan intrakranial yang meningkat
2.    Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan perubahan tingkat kesadaran, akumulasi sekret.
a.    Melaporkan tidak mengalami sesak, Frekuensi pernafasan 16-20 x/ menit.
b.    Tidak menggunakan otot bantu pernafasan.
c.    Ronchi (-/-), Mengi (-/-), Mendemontrasikan cara batuk efektif.
3.    Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan perubahan tingkat kesadaran, defresi pusat nafas diotak.
a.    Dapat mempertahankan oksigenasi.
b.    Memiliki suara napas normal
4.    Nyeri berhubungan dengan iritasi meningen
a.    Melaporkan nyeri berkurang, skala nyeri 1-3 dari 10 skala nyeri.
b.    Tanda-tanda vital dalam batas normal, suhu : 36-37,5 °C, nadi : 60-100 x/menit, RR: 16-20 x/menit, TD: 100-120 mmHg, Wajah klien tampak rileks.
5.    Hipertermi berhubungan dengan reaksi peradangan.
a.    Tanda-tanda vital dalam batas normal, suhu : 36-37,5 °C, nadi : 60-100 x/menit, RR: 16-20 x/menit, TD: 100-120 mmHg.
b.    Tidak terdapat kemerahan pada kulit.
6.    Resiko terjadi kejang ulang berhubungan dengan hipertermi.
a.    Tidak terjadi serangan kejang ulang, Kesadaran composmentis
b.    Suhu 36,5 – 37,5 º C (bayi), 36 – 37,5 º C (anak)
c.    Nadi 110 – 120 x/menit (bayi), 100-110 x/menit (anak)
d.    Respirasi 30 – 40 x/menit (bayi), 24 – 28 x/menit (anak)
7.    Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake tidak adekuat: mual muntah
a.    Turgor kulit elastis.
b.    Volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan dan haluaran.
c.    Tanda-tanda vital dalam batas normal, suhu : 36-37,5 °C, nadi : 60-100 x/menit, RR: 16-20 x/menit, TD: 100-120 mmHg.
8.    Resiko terjadinya injuri sehubungan dengan adanya kejang, perubahan status mental dan penurunan tingkat kesadaran
a.    Klien bebas dari resiko injuri
9.    Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual dan muntah.
a.    Intake nutisi adekuat, Peningkatan berat badan.
b.    Kadar Hb dan albumin dalam batas normal.
10. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kesadaran, kerusakan neuromuskular, penurunan kekuatan otot.
a.    Skala ketergantungan meningkat menjdi bantuan minimal.
b.    Tidak terjadi kontraktur.
11. Kurangnya pengetahuan keluarga sehubungan keterbataaan informasi
a.    Keluarga tidak sering bertanya tentang  penyakit anaknya.
b.    Keluarga mampu diikutsertakan dalam proses keperawatan.
c.    Keluarga mentaati setiap proses keperawatan

BAB IV
PENUTUP
A.   KESIMPULAN
Dari pembahasan mengenai meningitis di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu :
1.    Meningitis adalah radang dari selaput otak (arachnoid dan piamater).
2.    Meningitis dapat disebabkan oleh dua hal utama yaitu bakteri dan virus. Namun tidak hanya disebabkan oleh bakteri dan virus, namun ada beberapa factor predisposisi yang juga cukup berperan dalam terjadinya meningitis seperti fraktur tulang tengkorak, infeksi, operasi otak atau sum-sum tulang belakang.
3.    Berdasarkan penyebabnya, meningitis dibagi menjadi dua, yaitu meningitis purulenta dan meningitis serosa.

B.   SARAN
Dengan terselesaikannya Makalah Asuhan Keperawatan Anak dengan Meningitis ini diharapkan bagi mahasiswa keperawatan agar lebih bisa mengidentifikasi dan membedakan gejala meningitis dengan gejala penyakit yang ada pada selaput otak.

SUMBER

1.    Doenges, Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1999
2.    Kapita Selekta Kedokteran FKUI, Penerbit: Media Aesculapius, Jakarta, 1999
3.    Brunner / Suddarth, Buku Saku Keperawatan Medikal Bedah, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2000
4.    Brunner & Suddarth, 1997, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta.
5.    Indah. P, Elizabeth. 1998. Asuhan Keperawatan Meningitis. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama
6.    Smeltzer, Suzanne C dan Bare , Brenda. G.2001. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol.3. Jakarta :EGC
7.    Nelson. 1992. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : EGC
8.    Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC
9.    Widagdo, Wahyu, dkk. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan, Jakarta, 2008, TIM (Trans Info Media)
10. Brough,Hellen,et al.2007.Rujukan Cepat Pediatri dan Kesehatan Anak.Jakarta:EGC.
11. Ngastiyah.2005.Perawatan Anak Sakit.Ed.2.Jakarta:EGC
12. Suriadi, Rita Yuliani.2006.Asuhan keperawatan pada Anak Ed.2.Jakarta:Percetakan Penebar Swadaya
13. Kamus Kesehatan, diposting tanggal 08/2009
14. Belajar Askep. Di posting tanggal 06/2008. Askep Anak Dgn Meningitis.
19. Keperawatans Weblog. Di posting tanggal 13/04/2008. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Meningitis. http://keperawatangun.wordpress.com/2008/04/13/asuhan-keperawatan-pada-pasien-dengan-meningitis.
23. Hidupku. Di posting tanggal 04/2012. Askep Meningitis.
24. Makalah Askep. Di posting tanggal 11/2011. Askep Meningitis.
26. Perawat Hati. Di posting tanggal 05/2012. Askep Anak Meningitis.

Tidak ada komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...